REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dalam kongres luar biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3) lalu. Fakta itu, memperlihatkan secara vulgar, bila Moeldoko mencederai nama baik Istana dan Presiden.
"Akan sangat baik jika Presiden tanpa berjeda segera membebas tugaskan Moeldoko dari jabatan KSP yang saat ini diembannya. Kecuali Jokowi ingin dikenang publik merestui langkah Moeldoko lakukan sabotase Demokrat," kata Direktur Eksekutif Indonesian Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah kepada Republika, Ahad (7/3).
Menurutnya, kisruh Demokrat berbeda dengan peristiwa yang pernah ada di partai politik lain. Kondisi yang terjadi di Partai Demokrat tidak bisa dianggap konflik internal semata mengingat telah terpilihnya non kader sebagai ketua umum.
Dia pun memprediksi bahwa hasil KLB Partai Demokrat di Deli Serdang akan mendapatkan legitimasi pemerintah. Dari sisi akses, Moeldoko memungkinkan akan mendapat legitimasi pemerintah, terlebih Menkopolhukam Mahfud MD sudah mengatakan soal syarat kelengkapan dokumen.
"Tetapi, Menko melupakan hal fundamental, yakni legitimasi KLB abstain persetujuan ketua majelis tinggi partai, dari sisi ini semestinya Menko secara tegas mendeklarasi jika KLB Demokrat inkonstitusional, bukan justru membuat narasi seolah hanya soal dokumen pengajuan ke Menkum HAM," tuturnya.
Dia pun mengapresiasi langkah Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang melakukan perlawanan. Menurutnya, persoalan ini bukan hanya soal Demokrat. "Tetapi soal bagaimana negara menjamin keamanan parpol untuk hidup dalam independensinya," ungkapnya.