Kamis 18 Mar 2021 20:09 WIB

Rencana Impor Bergulir, Harga Garam Petambak Mulai Turun

Permintaan garam di masa pandemi Covid-19 mengalami penurunan.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Rahmat Santosa Basarah
Petani memeriksa kolam garam yang menggunakan plastik tunel di Luwunggesik, Krangkeng, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (4/8/2020). Petani garam mengaku mengalami kerugian akibat harga garam yang turun drastis mencapai Rp200 per kilogram sehingga tidak menutup biaya produksi.
Foto: ANTARA/Dedhez Anggara
Petani memeriksa kolam garam yang menggunakan plastik tunel di Luwunggesik, Krangkeng, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (4/8/2020). Petani garam mengaku mengalami kerugian akibat harga garam yang turun drastis mencapai Rp200 per kilogram sehingga tidak menutup biaya produksi.

REPUBLIKA.CO.ID,INDRAMAYU – Petambak garam mengeluhkan rencana pemerintah mengimpor garam sebanyak 3,07 juta ton. Rencana itu langsung membuat harga garam simpanan mereka menjadi turun. Salah seorang petambak garam di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Robedi, mengatakan, harga garam di tingkat petambak sebelumnya mencapai Rp 600 per kilogram (kg). Harga itu disebutnya bertahan sejak Desember 2021.

‘’Biasanya harga garam pada Maret – April akan naik. Tapi sampai sekarang stuck bahkan sedikit turun sejak beredarnya informasi pemerintah akan impor garam,’’ ujar Robedi kepada Republika, Kamis (18/3). Robedi menyebutkan, sejak beberapa hari terakhir, harga garam kini di kisaran Rp 500 – Rp 550 per kg. Padahal, pada Maret – April, biasanya harga garam diatas Rp 700 per kg.

Ia sengaja menyimpan garam yang diproduksinya pada 2020. Pasalnya, saat itu harga garam rendah, hanya di kisaran Rp 300 per kg. Untuk itu, Robedi sengaja menyimpan garamnya dan berencana akan menjualnya saat harganya naik pada Maret – April. Namun ternyata harapannya justru meleset.

Robedi menyebutkan, sisa stok garam di wilayah Kecamatan Losarang saat ini ada sekitar 20 ribu ton. Garam tersebut hingga kini belum terjual. ‘’Makanya sedih dan tak habis pikir. Di saat stok garam petambak masih ada, kok pemerintah malah impor. Harusnya pemerintah bisa menghitung dengan cermat stok yang ada,’’ tukas Robedi.

Dikatakannya,  permintaan garam di masa pandemi Covid-19 mengalami penurunan. Dia mencontohkan, sudah sebulan lebih dirinya tidak mengirimkan garam ke pelanggannya yang ada di Bandung dan Sukabumi.  ‘’Garam yang saya kirim digunakan untuk industri pembuatan garam dapur. Tapi katanya stok garam mereka masih banyak, jadi belum minta dikirim lagi,’’ tutur Robedi. Ia berharap pemerintah bisa menunda impor hingga stok yang ada di petambak habis. Dengan demikian, petambak tidak akan dirugikan.

Hal senada diungkapkan petambak lainnya asal Desa Luwunggesik, Kecamatan Krangkeng, Samiun. Dia pun mengaku masih memiliki simpanan garam sebanyak lima ton karena sebelumnya harga garam sangat rendah. Samiun menyebutkan, harga garam di daerahnya saat ini di kisaran Rp 500 per kg. Harga itu diakuinya sudah meningkat dibandingkan Desember 2020 yang mencapai Rp 450 per kg. Namun, Samiun tetap memilih mempertahankan garamnya. Dia berencana akan melepas garam simpanannya jika harganya di kisaran Rp 700 – Rp 800 per kg. ‘’Kalau sekarang belum mau saya jual, harganya belum sesuai dengan biaya produksi,’’ tutur Samiun.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Garam (Apgasi) Jawa Barat, M Taufik, mengakui, kebiakan impor garam memang menimbulkan dilema. Jika tidak dilakukan, maka banyak industri yang bergantung pada garam impor akan gulung tikar. ‘’Ini sangat dilema. Jadi harus dipikirkan, diatur, jangan sampai impor 3,07 juta ton itu dilakukan sekaligus. Harus bertahap,’’ kata Taufik saat dihubungi Republika melalui telepon selulernya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement