REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil penelitian yang diterbitkan World Economic Forum (WEF) bersama Zurich Insurance Group (Zurich), menunjukan 80 persen anak muda di seluruh dunia mengalami penurunan kondisi kesehatan mental selama pandemi Covid-19. Meski begitu, masalah ini kerap diabaikan.
Hassan Karim, Direktur Utama Adira Insurance, bagian dari Zurich Group, mengatakan, pada saat yang sama, kekecewaan yang dirasakan anak muda (youth disillusionment) dan memburuknya kesehatan mental (mental health deterioration) adalah top global blind spot atau risiko global yang paling terabaikan selama pandemi. “Memburukny kondisi kesehatan mental anak muda ini diakibatkan oleh prospek ekonomi dan pendidikan yang terbatas,” kata Hassan melalui rilis pers, diterima Jumat (19/3).
Melambatnya ekonomi selama masa pandemi telah mengakibatkan peningkatan jumlah pengangguran yang signifikan dan generasi muda yang baru memasuki dunia kerja terpukul keras. Pelajar yang baru lulus dan mulai memasuki dunia kerja di tengah krisis ekonomi cenderung berpenghasilan lebih rendah dari rekan-rekan kerja mereka lainnya.
Bahkan, menganggur selama satu bulan pada usia 18-20 tahun diprediksi dapat menyebabkan hilangnya pendapatan sebesar 2 persen secara permanen di masa mendatang. Bagi anak muda di kawasan terpencil, risiko pengangguran ini berpotensi menjadi semakin serius dengan adanya kesenjangan digital selama pandemi.
Ketika anak muda di perkotaan lebih cepat beradaptasi dan berkembang di tengah digitalisasi, anak muda di pedesaan masih kesulitan mengimbangi minimnya akses dan infrastruktur digital. “Meskipun dampaknya tidak terlihat secara langsung, situasi ini adalah masalah yang sangat penting untuk ditangani karena akan menentukan kualitas pemimpin masa depan dan penggerak ekonomi bangsa ini,” kata dia.