REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan pemerintah terkait impor satu juta ton beras, terus mendapatkan resistensi. Tak hanya sejumlah kepala daerah, tapi para politikus pun mulai angkat bicara terkait impor beras ini.
Salah satunya adalah Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN), Eddy Soeparno. Dia bahkan sependapat dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang mengusulkan ditundanya impor beras.
Eddy menilai, kebijakan itu berpotensi membuat harga beras lokal turun. Sehingga, kondisi itu mengancam kesejahteraan petani.
Apalagi, ungkap dia, Jawa Barat saat ini sedang surplus beras. Artinya, stok beras berlimpah dan seharusnya diserap oleh Pemerintah.
"Kedua, panen raya sebentar lagi dan diprediksi tepat waktu tidak mundur seperti tahun tahun sebelumnya," ujar Eddy lewat keterangan resminya, Jumat (19/3).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional mencapai 31,63 juta di 2020. Potensi produksi beras sepanjang Januari-April 2021 diperkirakan mencapai 14,54 juta ton, naik 26,84 persen dibandingkan produksi pada periode yang sama di 2020.
"Tentu jauh lebih bijak jika kita bertindak berdasarkan data komprehensif dan rinci agar serapan beras petani dalam negeri bisa lebih maksimal," ujar Eddy.
Setelah Gubernur Jawa Barat, beberapa kepala daerah lain seperti Gubernur Jawa Tengah, Gubernur Gorontalo, dan Bupati Blora juga mempertanyakan kebijakan Impor beras di tengah panen raya ini. Pasalnya, kebijakan tersebut tentu akan merugikan para petani.
"Akan sangat bijak jika Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian menerima masukan dan mendengarkan aspirasi kepala daerah sebelum mengambil kebijakan impor beras ini," ujar Eddy.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menegaskan, rencana impor beras hanya untuk menstabilkan harga beras. Pemerintah tidak ingin harga beras melonjak saat pandemi dan di saat yang sama tidak akan menurunkan harga gabah kering petani.
Menurut Lutfi, pemerintah tetap menjamin harga beras dan gabah kering petani tetap stabil meskipun Indonesia tengah dilanda pandemi. Dia menilai, kritik terkait rencana impor beras satu juta ton yang dianggap akan menurunkan harga beras petani, tidak tepat.