Sabtu 20 Mar 2021 08:50 WIB

Terkait Sidang Kasus HRS, Ini Komentar KY

KY akan terus memantauan dan mengkaji untuk mengambil langkah sesuai kewenangan KY.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Ketua Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Ketua Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang perkara kerumunan dengan terdakwa Habib Rizieq Shihab (HRS) digelar daring pada Jumat (19/3) kemarin. Diketahui dalam sidang daring itu, HRS merasa terpaksa mengikuti sidang virtual tersebut, meski kemudian yang bersangkutan meninggalkannya.

Kondisi persidengan itulah yang kemudian mendorong Ketua Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata turut mengomentari penolakan HRS. Dia mengatakan, majelis hakim memiliki kewenangan untuk menentukan sidang dilaksanakan secara virtual. 

Hal itu, telah diatur dalam PERMA Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Pidana Secara Elektronik yang ditandatangani Ketua Mahkamah Agung (MA).

"Harus dipahami bahwa hakim adalah pemimpin dalam persidangan. Hakim mempunyai kewenangan penuh dengan mengambil sikap memanggil HRS untuk dihadirkan pada sidang virtual, walaupun hal tersebut juga dibatasi oleh hukum acara atau hukum formil," ujar Mukti dalam siaran persnya, Jumat (19/3). 

Mungkin hakim mempunyai dasar pertimbangan karena situasi dan kondisi pandemi. Jadi, untuk mencegah kerumunan sehingga mungkin saja itu menjadi alasan. 

"Tetapi yang terpenting bahwa hakim telah menyatakan sidang terbuka untuk umum," lanjut dia Mukti.

Makna terbuka ini berarti bahwa terbuka di ruang persidangan, atau terbuka secara virtual. Artinya, publik bisa mengakses proses persidangan tersebut.

Terkait penolakan terdakwa HRS untuk hadir dalam sidang virtual karena khawatir terdapat kendala teknis, hal itu juga bagian dari teknis yudisial. Secara hukum formil, maka memungkinkan untuk ditindaklanjuti dengan panggilan kedua, ketiga, atau panggilan paksa, atau in absentia.

Mengenai prosedur ini, Mukti menegaskan, bukan menjadi wilayah kewenangan KY. Namun, sikap menolak hadir dalam persidangan, baik langsung maupun secara virtual, akan menjadi catatan dan terus didalami oleh KY.

Yang selanjutnya akan dianalisis lebih lanjut apakah merupakan kategori dari perilaku merendahkan martabat dan kehormatan hakim.

Penasihat hukum terdakwa HRS dapat membela hak-hak kliennya dengan menyatakan keberatan atau mempertanyakan alasan hakim untuk menghadirkan HRS secara virtual. Namun, Mukti meminta semua pihak berperkara untuk menghormati pengadilan dengan menjaga etika dan sikapnya. Tindakan penasihat hukum HRS akan menjadi catatan dan terus didalami oleh KY apakah merupakan tindakan merendahkan martabat dan kehormatan hakim atau tidak.

"Argumentasi hakim juga akan dicatat oleh KY, apakah ada potensi pelanggaran KEPPH. Misalnya bersikap adil atau tidak, hakim bersikap disiplin khususnya berkaitan dengan sikap harus membantu para pihak dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan," lanjutnya.

Melalui kewenangan yang dimiliki, KY akan melakukan advokasi terhadap hakim yang direndahkan martabatnya oleh pihak-pihak tertentu. "KY menaruh perhatian khusus terhadap kasus tersebut. KY akan terus melakukan pemantauan dan kajian untuk nantinya mengambil langkah-langkah tindak lanjut sesuai kewenangan KY," tegasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement