REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengumumkan pemblokiran 92 rekening terkait Front Pembela Islam (FPI) dikritik DPR. Kepala PPATK Dian Ediana Rae pun memberikan penjelasan.
Dian menyatakan, alasan pihaknya mengungkapkan pemblokiran rekening FPI ke publik adalah untuk edukasi. Dian mengatakan, pemblokiran rekening terkait dengan tindak pidana kejahatan sudah biasa dilakukan PPATK, hanya saja PPATK merasa tidak pernah ada yang merespons dari FPI.
"Tetapi ini kemudian menjadi di-blow up di medsos, kemudian di berbagai media timbul apa namanya confused, kekacauan dan lain sebagainya. Kami akhirnya memutuskan (umumkan ke publik) karena untuk tujuan edukasi publik kami harus menjelaskan apa yang sebetulnya terjadi," kata Dian di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (24/3).
Dian mengatakan, terkait kasus FPI, PPATK sendiri sudah mengurangi memberikan keterangan umum kepada publik. PPATK dalam melakukan melakukan analisis dan melakukan pemeriksaan hanya berdasarkan dua undang-undang, yaitu UU Nomor 8 Tahun 2010, dan UU Nomor 9 Tahun 2013,
"Dua undang-undang ini memberikan kewenangan kepada PPATK untuk melakukan penangguhan atau penangguhan transaksi selama maksimal 20 hari secara total, otomatis berakhir pak," ucapnya.
Dian berdalih, PPATK tidak pernah sedikitpun menguraikan substansi pembekuan rekening tersebut. Ia mengaku, pihaknya hanya menyebut jumlah rekening yang diblokir.
"Kami tidak pernah men-disclose berapa jumlah uang, kepada siapa ditransfer dan lain sebagainya itu tidak pernah kami sampaikan sama sekali," ungkapnya.
Dian menambahkan, PPATK juga sudah menyampaikan laporan analisis rekening FPI ke kepolisian secara keseluruhan. Hal itu sudah dilakukan PPATK lantaran PPATK tidak bisa melakukan penyidikan.
"Prosesnya sudah berpindah. Jadi dari proses informasi intelijen keuangan kepada aparat penegak hukum. Jadi kami memang semenjak itu kami tidak lagi memberikan informasi apapun bahkan permintaan itu sangat banyak mengenai status rekening seperti apa," jelasnya.
Dalam rapat dengar pendapat Komisi III DPR dengan PPATK, anggota Komisi III DPR, Arsul Sani menyoroti sikap PPATK yang dengan bersemangat membekukan 92 rekening yang terafiliasi dengan FPI.
"Saya tidak tahu persis apakah ini sebuah kewajiban hukum atau karena ini ikut ikutan saja karena FPI ini kelompok yang katakanlah secara positioning politiknya berseberangan dengan pemerintah maka kemudian PPATK sebagai bagian dari atau lembaga yang ada dalam rumpun kekuasaan pemerintahan juga ikut merasa perlu ikut ikutan untuk men-disclose banyak hal terkai FPI," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/3).