REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Bank Indonesia (BI) Jawa Barat menyiapkan layanan penukaran uang pada bulan Ramadhan ini. Menurut Kepala Kantor Perwakilan BI Jawa Barat (Jabar), Herawanto, BI bekerja sama dengan perbankan lainnya menyiapkan 559 titik layanan penukaran uang.
Layanan penukaran uang itu tersebar di 98 titik kawasan Priangan Timur, 99 titik di kawasan Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan), dan 362 titik di sejumlah daerah lainnya. Herawanto mengatakan, penukaran uang tunai ini hanya bisa dilakukan di loket bank. “Layanan kas keliling ditiadakan. Hal ini sejalan dengan upaya terus menekan penyebaran Covid-19,” kata dia, Senin (19/4).
Herawanto menjelaskan, penukaran uang melalui loket bank ini sudah dapat dilakukan mulai 12 April lalu. Layanan akan dibuka hingga 11 Mei mendatang. Menurut dia, masyarakat pun masih bisa mendapatkan uang edisi khusus peringatan Kemerdekaan Indonesia. Uang pecahan dengan nominal Rp 75 ribu bisa didapatkan dengan penukaran melalui perbankan atau di seluruh kantor BI wilayah Jabar. “Setiap hari kerja pukul 08.00 sampai 12.00 WIB,” ujarnya.
Menurut Herawanto, BI telah berkoordinasi dengan pihak perbankan agar dalam memberikan layanan penukaran uang ini tetap menerapkan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19.
Herawanto mengatakan, BI di wilayah Jabar pun berkomitmen memenuhi seluruh kebutuhan uang tunai selama Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini. Menurut dia, kebutuhan uang tunai selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri di wilayah Jabar diperkirakan mencapai sekitar Rp 17,45 triliun. Angka itu di luar kebutuhan untuk wilayah Bogor, Depok, dan Bekasi.
Rinciannya, untuk kawasan Priangan Timur kebutuhannya sekitar Rp 2,05 triliun, kawasan Ciayumajakuning sekitar Rp 3,19 triliun, dan daerah lainnya sekitar Rp 12,21 triliun. Herawanto mengatakan, kebutuhan uang tersebut meningkat dari kondisi normal. “Naik empat kali lipat dari rata-rata kebutuhan uang per bulan dalam kondisi normal,” kata dia.
Namun, dibandingkan kebutuhan uang tunai pada Ramadhan dan Lebaran tahun lalu, disebut ada penurunan sekitar 19,44 persen. Pada momen yang sama tahun lalu kebutuhannya mencapai sekitar Rp 21,66 triliun. “Ini tak hanya karena pengaruh ekonomi saja, tapi transaksi ekonomi beralih ke nontunai sebagian. Pandemi ini menyebabkan ada peralihan transaksi dari tunai ke nontunai,” ujar Herawanto.