Ahad 25 Apr 2021 16:15 WIB

KPK Diminta Perjelas Status Azis Syamsuddin

KPK dinilai sudah mengantongi bukti kuat sehingga menyebut nama Wakil Ketua DPR.

Rep: Ali Mansur/ Red: Ilham Tirta
Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta,  Sabtu (24/4). KPK resmi menahan Walikota Tanjung Balai M.Syahrial terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait penanganan perkara Wali Kota Tanjung Balai Tahun 2020-2021.Sebelumnya KPK juga telah menetapkan dan nenahan 2 orang tersangka lainnya yaitu Penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan Pengacara Maskur Husain dalam kasus yang sama.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan keterangan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (24/4). KPK resmi menahan Walikota Tanjung Balai M.Syahrial terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait penanganan perkara Wali Kota Tanjung Balai Tahun 2020-2021.Sebelumnya KPK juga telah menetapkan dan nenahan 2 orang tersangka lainnya yaitu Penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan Pengacara Maskur Husain dalam kasus yang sama.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus memperjelas keterlibatan Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin dalam dugaan kasus korupsi Wali Kota Tangjungbalai M Syahrial. Kasus korupsi ini juga menyeret salah satu penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP).

"Harus diperjelas maksud keterlibatan tersebut. Secara proseduran dan substansial harus diungkap secara terang benderang," ungkap Suparji dalam pesan singkatnya, Ahad (25/4).

Menurut Suparji, pengungkapan nama Azis oleh ketua KPK sudah pasti karena memiliki dasar atau bukti permulaan karena menyangkut nama seorang pimpinan DPR. Jika KPK tanpa dasar, hal itu bisa membawa konsekuensi hukum. Misalnya, kata Suparji, yang disebut merasa tercemar nama baiknya.

Karenanya, kata Suparji, status Azis dalam kasus tersebut harus segera diperjelas agar tidak menimbulkan berbagai spekulasi dan menjadi fitnah. Jika ada bukti, maka harus diproses sesuai ketentuan yang berlaku. Keterlibatan tersebut menunjukkan adanya praktek perdagangan pengaruh pejabat yang belum bisa dijerakan.

"Sebaliknya jika memang tidak ada bukti keterlibatan harus ada klarifikasi. Hal penting yang harus dilakukan KPK secara independen, profesional, tidak diskriminatif dan transparan," kata Suparji.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement