Rabu 28 Apr 2021 06:25 WIB

Berkas Dilimpahkan, Tersangka KM 50 Masih Aktif

Penindakan terhadap oknum polisi pembunuh laskar FPI dinilai hanya seremonial.

Rep: Ali Mansur, Dian Fath Risalah, Haura Hafizhah/ Red: Ilham Tirta
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari.
Foto: ANTARA/M Ibnu Chazar
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bareskrim Polri telah menyerahkan berkas perkara kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap Laskar Front Pembela Islam (FPI) ke Kejaksaan. Namun, para polisi tersangka kasus unlawful killing di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek itu masih beraktivitas di Polda Metro Jaya.

Kepala Bagian Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan mengeklaim tersangka berinial F dan Y bersikap kooperatif dan tidak dikhawatirkan melarikan diri. "Alasannya (tidak ditahan) yang bersangkutan kooperatif, yang bersangkutan tidak dikhawatirkan melarikan diri dan tidak dikhawatirkan untuk menghilangka barang bukti," ujar Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (27/4).

Dia juga mengatakan, para tersangka masih berstatus aktif sebagai anggota Polri, namun tidak bertugas. "Tidak bertugas, yang bersangkutan (F dan Y) masih aktif hadir di Polda Metro Jaya. Jadi kewajiban sebagai personel Polda Metro Jaya tetap hadir di Polda, bukannya di rumah," kata dia.

Menurut dia, penyerahan berkas perkara untuk tersangka F dan Y dilakukan pada Senin (26/4). Sedangkan untuk tersangka EPZ, yang juga anggota Polda Metro Jaya penyidikannya diberhentikan, karena diklaim meninggal dunia.  

Kedua tersangka dikenakan Pasal 338 KUHP juncto Pasal 56 KUHP. Pasal itu berbeda dengan yang dikenakan pada awal penetapan tersangka, yaitu Pasal 338 junto Pasal 351 ayat 3 KUHP tentang pembunuhan dan penganiayaan yang menyebabkan kematian. Pasal 351 ayat 3 KUHP diganti degan Pasal 56 KUHP yang mengatur tentang pemberian bantuan hukum terhadap tersangka.

Ramadhan mengatakan, pihaknya akan menunggu kabar dari kejaksaan terkait perbaikan dan juga kelengkapan berkas perkara tersebut. Tentunya, kata Ramadhan, untuk saat ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan mempelajari terlebih berkas perkara yang diserahkan oleh pihaknya. "Baru kemarin diserahkan berkasnya dalam waku 14 hari nanti akan dipelajari oleh JPU di Kejaksaan Agung. Apabila ada perbaikan tentunya penyidik akan memperbaikinya," terang Ramadhan.

Enam anggota FPI pengawal pimpinan mereka, Habib Rizieq Shihab (HRS), ditembak mati oleh polisi di KM 50 Tol Japek pada 7 Desember 2020. Komnas HAM menyimpulkan adanya pelanggaran HAM terhadap empat dari enam korban dan merekomendasikan kasus itu diusut tuntas hingga ke pengadilan. Namun, penyelesaian kasus itu dinilai tidak transparan, termasuk kematian tersangka EPZ yang masih misterius.

Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani pada Kamis (8/3), mendesak Polri transparan dalam penanganan kasus tersebut. Komisi III menyayangkan sikap Polri yang terkesan menutupi kasus pembunuhan di luar hukum tersebut. "Komisi III meminta agar perkembangan proses hukum terhadap tiga anggota Polri yang diduga melakukan unlawful killing bisa disampaikan secara berkelanjutan, khususnya tentu yang menyangkut dua anggota yang sedang diproses," kata Arsul.

Ketua Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Enam Laskar FPI, Abdullah Hehamahua menilai masih aktifnya anggota Polda Metro Jaya itu menunjukkan penyelesaian kasus KM 50 hanyalah seremonial belaka. "Jika benar, mereka (para tersangka) masih aktif masuk ke kantor, hal ini selain melanggar kode etik dan SOP lembaga negara juga sekaligus pengkhianatan terhadap penegakkan hukum dan kebenaran," kata dia, Selasa (27/4).

Menurut dia, hal tersebut juga menunjukkan analisis TP3 yang menganggap peristiwa KM 50 bukan proyek kepolisian, tapi aparat negara mendapat pembenaran. Sehingga hal ini tidak boleh dibenarkan. "Ya penyelesaian ini percuma kalau para tersangka tidak ditahan, dan semakin menunjukkan kalau kasus ini yang penting selesai dan tidak ada keadilan," kata dia.

Sementara, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Choirul Anam enggan mengomentari perlakuan polisi terhadap para anak buahnya itu. Namun, ia memastikan pihaknya terus memantau jalanya perkara KM 50. "Kita lihat prosesnya dan meminta prosesnya transparan dan akuntable," kata dia, kemarin.

Komnas HAM menilai, saat ini sebagian rekomendasi Komnas HAM telah dilakukan oleh Bareskrim Polri. Namun, masih ada  rekomendasi yang belum terdengar perkembangannya, yakni terkait kepemilikan senjata api.

"Saat ini yang  belum dan penting adalah terkait senjata dan mobil. Terkait senjata kami belum mendengar progres apapun dari pihak kepolisian. Padahal ini menjadi salah satu rekomendasi Komnas HAM," ucap Anam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement