Kamis 29 Apr 2021 06:11 WIB

Saksi: Vendor Bansos Dapat Kuota Meski tak Penuhi Syarat

Lima tim teknis bansos dapat uang lelah sampai ratusan juta.

Terdakwa mantan Menteri Sosial Juliari P. Batubara mendengarkan keterangan saksi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (28/4). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan sejumlah saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum KPK terkait perkara korupsi dana paket bantuan sosial Covid-19 se-Jabodetabek tahun 2020 yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari P. Batubara. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa mantan Menteri Sosial Juliari P. Batubara mendengarkan keterangan saksi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (28/4). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan sejumlah saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum KPK terkait perkara korupsi dana paket bantuan sosial Covid-19 se-Jabodetabek tahun 2020 yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari P. Batubara. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota tim teknis pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19, Firmansyah mengakui ada sejumlah perusahaan yang tidak memenuhi syarat tetapi tetap menjadi vendor bansos di Kementerian Sosial. Firmansyah menjadi saksi untuk mantan menteri sosial Juliari Peter Batubara yang didakwa menerima suap Rp 32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos Covid-19.

"Ada beberapa, tapi tidak ingat," kata Firmansyah menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (28/4).

"Dari 109 perusahaan ini, semua mendapat paket (kuota bansos)?" tanya Damis. "Betul," jawab dia.

Hakim kemudian mencecar Firmansyah terkait peran kuasa pengguna anggaran (KPA), Adi Wahyono. Dia mengaku Adi kerap mengarahkan seperti mengecek dan ceklist dokumen. Menurut Firmansyah, yang meloloskan para vendor tak memenuhi syarat itu adalah pejabat pembuat komitmen (PPK), Matheus Joko Santoso.

Adi Wahyono dan Matheus Joko adalah tersangka dalam kasus tersebut. Keduanya menjadi perantara penerimaan suap dari vendor kepada Juliari.

Anggota tim teknis lainnya, Rizki Maulana menyebutkan, ada juga vendor yang tiba-tiba muncul dalam penentuan pengadaan bansos. "Memang ada juga penyedia-penyedia yang dadakan saat itu karena trennya lagi jadi penyedia bansos," kata Rizki. Ia mengaku pernah diminta oleh Matheus Joko menjadi perantara pemberi uang kepada Kepala Biro Perencanaan Kemensos Adi Karyono.

"Pak Joko minta untuk menyerahkan bungkusan uang kepada Pak Adi Karyono, katanya Pak Joko untuk operasional Pak Adi Karyono, nilainya Rp 300 juta, tetapi tidak saya hitung hanya saya berikan," ungkap Rizki.

Para tim teknis bansos periode April-November 2020 itu juga mengaku mendapat "uang lelah" di luar honor pelaksanaan program tersebut. Total ada lima orang tim teknis yang mengakui menerima dari Matheus Joko. "Dari Pak Joko ada dapat Rp 85 juta diberikan secara bertahap dari Mei-September 2020," kata Rizki. Ia pun mengaku tidak tahu sumber uang tersebut.

Tim teknis lainnya, Robin Saputra mengaku mendapat Rp 86 juta dari Joko. "Saya pernah dapat Rp 86 juta, tapi tidak diberikan sekaligus pernah juga dari Sanjaya, sopir Pak Joko, sebanyak dua kali tapi saya tidak mengetahui sumber uang dari mana karena Pak Joko hanya menyampaikan itu uang lelah," kata Robin.

Selanjutnya Rosehan Asyari yang mengaku mendapat uang transport karena Rp 70 juta dari Joko. Kemudian Firmansyah menerima Rp 90 juta dari Matheus Joko. "Total terima Rp 90 juta, sudah saya kembalikan. Saat itu saya beranggapan itu uang lelah, pikiran saya sebagai honor," kata Firmansyah.

Terakhir Iskandar Zulkarnaen yang menerima Rp 105 juta secara bertahap.  "Sebanyak Rp 105 juta sudah saya kembalikan ke KPK," kata Iskandar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement