REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad menanggapi terkait Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang isinya terdapat pertanyaan doa Qunut dan urusan pribadi seperti kapan akan menikah. Menurutnya, hal tersebut tidak ada kaitannya dengan kinerja KPK.
"Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus diperjelas urgensinya dengan wawasan kebangsaan dan kaitannya dengan kinerja KPK. Seharusnya pertanyaan dalam tes memiliki proporsional dan relevan. Seperti ditanyakan seputar penanganan korupsi di Indonesia yang semakin mengkhawatirkan. Itu harus bagaimana? Bukan semacam agama dan urusan pribadi," katanya saat dihubungi Republika, Kamis (6/5).
Dia mengatakan, pegawai suatu institusi tidak lolos pada tes untuk alih fungsi menjadi ASN, pada dasarnya hal yang lazim terjadi. Namun, ketika ini terjadi di KPK yang pada umumnya 75 pegawai tersebut telah berkontribusi dalam membangun KPK sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi yang merupakan bagian dari fungsi kebangsaan, tentunya kejadian ini menjadi polemik.
"Untuk meminimalisasi polemik tersebut kiranya perlu ada penjelasan resmi secara akuntabilitas tidak lolosnya pegawai tersebut. Hal penting yang harus diperhatikan adalah jangan sampai terganggu kinerja KPK dalam mencegah dan memberantas korupsi," kata dia.
Dia menambahkan, peralihan menjadi ASN tersebut merupakan bagian dari implementasi UU 19 tahun 2019. "Diharapkan dapat mewujudkan KPK yang lebih progresif dan kredibel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya," kata dia.
Sebelumnya diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan 75 nama yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) ke kementerian pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi (Kemenpan RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Hal tersebut dilakukan berdasarkan keputusan rapat pimpinan bersama Dewan Pengawas (Dewas) dan pejabat struktural KPK.
"KPK akan melakukan koordinasi dengan KemenPAN RB dan BKN terkait tindak lanjut terhadap 75 pegawai yang dinyatakan TMS (tidak memenuhi syarat)," kata Sekretaris Jenderal KPK Cahya H. Harefa dalam konferensi pers, Rabu (5/5).
Cahya mengatakan, selama belum ada penjelasan dari KemenPAN RB dan BKN maka KPK tidak akan memberhentikan 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus tersebut. Cahya melanjutkan, keputusan terkait 75 nama itu akan diserahkan ke kementerian untuk diproses sesuai undang-undang.
"KPK sampai saat ini tidak pernah menyatakan melakukan pemecatan terhadap pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat sampai dengan keputusan lebih lanjut sesuai dengan perundang-undangan terkait ASN," katanya.