Senin 10 May 2021 23:11 WIB

Di Sidang HRS, Refly Harun Singgung Parpol Korup

Hukum di Indonesia memproses kejahatan oknum.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Ilham Tirta
Refly Harun.
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Refly Harun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengatakan, jika alasan pembubaran suatu ormas hanya karena ada oknum anggota yang terjerat pidana, maka seluruh partai politik di Indonesia yang harus dibubarkan pertama. Menurut dia, hal itu merujuk pada banyaknya oknum anggota di berbagai partai politik yang sudah terjerat pidana.

"Salah satunya (terjerat kasus) korupsi yang merupakan //extraordinary crimes//,’’ ujar dia di ruang persidangan PN Jaktim, Senin (10/5). Refly dihadirkan oleh kuasa hukum Habib Rizieq Shihab (HRS) sebagai saksi ahli dalam sidang perkara kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat.

Namun demikian, hal tersebut diakuinya tidak bisa dilakukan, meski ada banyak pelanggaran oleh partai politik di Indonesia. Refly mengatakan, hukum di Indonesia hanya melihat perlakukan pihak terkait saja.

"Walaupun mereka berdekatan dengan elit politik, tetap saja orangnya yang harus diproses,’’ kata dia.

Pernyataan Refly ditujukan untuk menjawab pertanyaan dari HRS sebagai terdakwa kasus kerumunan. Tak sampai di sana, Refly juga menjawab pertanyaan HRS lainnya menyoal ormas dengan asas Islam yang bisa dibubarkan. Menurut Refly, dalam segala aspek di Indonesia, tidak mungkin Islam bertentangan dengan Pancasila.

"Dalam Pancasila dan UUD 1945, sepanjang itu tidak bertentangan dengan pancasila, yang ditafsirkan sebagai teks itu tidak melanggar hukum,’’ ujar dia.

Pemerintah telah membubarkan FPI melalui Surat Keputusan Bersama enam menteri dan kepala lembaga yang diumumkan 30 Desember 2020 silam. Dari SKB tersebut, FPI dilarang berkegiatan, termasuk menggunakan simbol serta atribut organisasi yang dimilikinya.

Dijelaskan, ada enam alasan pemerintah membubarkan ormas tersebut. Mulai dari FPI yang secara de jure diklaim sudah bubar sejak 21 Juni 2019 karena tidak memiliki SKT, lalu 35 pengurus FPI yang pernah bergabung dan diduga terlibat tindak pidana terorisme, hingga pelanggaran hukum pengurus dan anggota yang kerap melakukan sweeping.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement