Rabu 02 Jun 2021 07:45 WIB

Mertua Dipaksa Polisi Bekasi Laporkan Ustad Gondrong

Aksi Herman gandakan uang yang viral tak rugikan orang, dijerat persetubuhan anak.

Rep: Uji Sukma Medianti/ Red: Erik Purnama Putra
Pelaku pengganda uang Herman alias Ustad Gondrong.
Foto: Tangkapan layar
Pelaku pengganda uang Herman alias Ustad Gondrong.

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Masih ingat dengan laki-laki yang disinyalir dapat menggandakan uang di Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat yang diringkus polisi beberapa waktu lalu? Ya, orang yang dijuluki Ustadz Gondrong itu kini sudah dibebaskan oleh pihak kepolisian.

Aksi pria bernama asli Herman (41) itu, sempat viral di sosial media lantaran menggunakan trik sulap dalam menggandakan uang pada Ahad (21/3). Videonya yang menunjukkan aksi menggandakan uang dengan media jenglot dan kotak hitam pun viral hingga membuat polisi menciduknya, meski sekarang ia sudah bebas.

Namun, ada yang janggal dalam kasus tersebut. Mertua Herman, Sartubi (50 tahun) menuturkan, saat menantunya dibawa polisi, Herman justru ditetapkan sebagai tersangka kasus persetubuhan anak di bawah umur. (Baca: Ustad Gondrong Sang Penipu Dijerat Pasal Berlapis)

Adapun, Herman memang menikahi anak Sartubi, bernama Novi Triyanti, yang kini berusia 18 tahun. Dari pernikahannya itu, Herman dikaruniai seorang anak yang masih balita. Saat ramai menjadi perbincangan di ranah publik, Herman ditahan oleh Markas Polres Metro Bekasi.

Kapolres Metro Bekasi, Kombes Hendra Gunawan, saat itu mengatakan, pelaku penggandaan uang dimungkinkan dijerat Pasal 378 tentang Penipuan serta Penggunaan Uang Palsu.

"Kami masih lakukan pengembangan sambil menunggu jika ada yang melapor merasa menjadi korban penipuan. Termasuk pasal uang palsu juga masih kami dalami," kata Hendra di Mapolres Metro Bekasi, Selasa (23/3).

Kasus itu bermula kala video 12 detik menjadi bahan pembicaraan di masyarakat. Seorang laki-laki berambut gondrong terlihat sedang melakukan ritual dengan memunculkan banyak lembaran uang pecahan Rp 100 ribu. Ternyata, belum ada korban atau pihak yang merasa dirugikan dari aksi Herman.

Sayangnya, polisi malah menjerat Herman dengan pasal tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur. Herman dijerat Pasal 81 juncto Pasal 76D UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan PP Pengganti UU Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

"Ancaman hukumannya adalah pidana penjara maksimal 15 tahun," ucap Hendra. Dia menjelaskan, pasal perlindungan anak dikenakan setelah ada laporan dari pihak keluarga korban atas nama Novi Trianti pada Senin (22/3).

Mertua dipaksa

Kejanggalan kasus itu terkuak manakala Herman bebas dari jeruji besi, yang mana sebelumnya pihaknya mengajukan praperadilan. Isi gugatan praperadilan berkaitan dengan kritik terhadap tindakan pemohon, yaitu Kapolres Metro Bekasi (termohon I) dan Kapolsek Babelan (termohon II) atas proses penanganan perkara yang dianggap cacat prosedur.

Sartubi, yang merupakan mertua Herman mengaku, tidak pernah merasa membuat laporan atas pidana persetubuhan yang dilakukan menantunya. "Saya enggak tahu sama sekali, namanya saya orang awam, waktu itu saya cuma disuruh tanda tangan, ternyata surat yang saya tanda tangan berisi laporan (persetubuhan)," kata Sartubi saat ditemui Republika pada Selasa (1/6).

Pada hari Herman diciduk, Sartubi bersama istrinya, dan juga cucunya diboyong ke Polsek Babelan, Kabupaten Bekasi. Dia mengaku bingung lantaran keluarganya itu sudah dua malam berada di polsek.

"Saya waktu itu bingung, anak, istri, cucu saya udah dua malam di polsek, enggak bisa tidur, tahu-tahu saya diminta tanda tangan supaya saya, istri, anak sama cucu saya bisa pulang," tutur Sartubi

Dia pun terkejut saat tahu surat yang ditandatanganinya merupakan laporan tindakan persetubuhan Herman terhadap anaknya. Dia pun memastikan sejak awal pernikahan putrinya dengan Herman telah mendapat restu.

Kuasa hukum Herman dari LBH Ampera, Ferdinand Montororing, menuturkan, diajukannya praperadilan berkaitan dengan hal subtantif, yaitu tidak adanya surat perintah dan penahanan pada keluarga. Hal itu membuat kasus yang disidik kepolisian dalam hal ini termohon I dan II tidak sesuai prosedur.

Penetapan tersangka terhadap Herman juga tidak disampaikan kepada keluarga, maupun tersangka itu sendiri. "Padahal berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 130 tahun 2015, frasa dalam KUHP itu harus disampaikan kepada keluarga atau tersangkanya," terang Ferdinand.

Selain itu, penyitaan alat bukti dalam perkara yang disangkakan kepada Herman tanpa disertai surat keterangan. "Saya kira ini adalah bentuk koreksi kepada penyidik, maksudnya untuk perbaikan kedepannya supaya pihak kepolisian bisa memperbaiki," kata Ferdinand.

Link berita awal:

https://www.republika.co.id/berita/qqcvr9368/polresto-bekasi-tangkap-pelaku-pengganda-uang-di-babelan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement