REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI — Pengumuman Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA di Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat sudah keluar sejak Senin (21/6) kemarin. Namun, calon peserta didik banyak yang merasa kebingungan.
Hal ini terjadi lantaran tidak transparannya sistem yang diterapkan dalam seleksi. Salah satunya yang dialami oleh calon peserta didik yang mendaftarkan diri ke SMA Negeri 16 Kota Bekasi bernama Farid.
Farid mengatakan, semula namanya masuk dan tertera lolos seleksi di sekolah pilihannya itu. Dikatakan Farid, semula jumlah siswa yang diterima pada jalur prestasi rapor ini ada 87 orang.
Namun, setelah dicek kembali jumlah kuota berkurang menjadi hanya 48 saja. Hal ini membuatnya terpental dan tidak jadi lolos seleksi. “Ya saya bingung kak, tadi nama saya lolos dan ada 87 orang. Terus sekarang tinggal 48 orang yang diterima,” terang Farid saat dikonfirmasi.
Kisah lain datang dari orang tua Fino. Dia mengaku bingung dengan sistem seleksi jalur prestasi kali ini. Sebab, sekolah dinilai tak konsisten dengan surat edaran terkait kuota penerimaan.
Dalam surat edaran tertulis bahwa kuota jalur prestasi mencapai 21 persen atau setara 81 orang. Akan tetapi, jumlah siswa yang diterima di website hanya 48 orang saja. Hal ini tentu membuat curiga para orang tua murid. Sebab, kondisi yang tak transparan ini rawan kecurangan.
“Memang jalur prestasi ada rapor dan juga prestasi kejuaraan. Tapi harusnya sekolah bisa jelaskan yang jalur prestasi non rapor itu ada berapa orang supaya transparan,” tutur orang tua siswa bernama Fino.
Sementara itu, Herlini, calon peserta didik yang mendaftar ke SMA Negeri 3 Kota Bekasi mengaku, skor PPBD dia sejatinya lebih tinggi dari skor calon peserta didik terendah di daftar yang lolos.
"Skor aku pertama daftar 668, tapi enggak tahu kenapa jadi turun 619, akhirnya enggak masuk karena di SMA 3 paling rendah 648," jelas dia.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Dedi Supandi, memastikan seleksi nilai PPDB jalur prestasi dilakukan dengan sistem. Sehingga, dia mengklaim tidak mungkin nilai atau skor siswa yang lebih tinggi kalah dengan skor calon peserta didik yang lebih rendah.
"Kalau sistem enggak mungkin ngambilnya nilai yang rendah," kata Dedi.
Dia menjelaskan, saat ini jalur prestasi ditentukan oleh nilai rapor. Akhirnya, ada berbeda pemahaman di operator SMP dan ada juga dalam konteks tertentu, yakni modus nilai operator di suatu SMP dinaikkan.
“Sehingga muncullah nilai seperti itu, itu lah nilai pendaftaran, kemudian kita lakukan verifikasi, agar dengan rumus kalibrasi itu. Jadi kalau menurut pemahaman saya, mungkin yang dia tampilkan di awal itu adalah nilai pendaftaran,” ujarnya.