REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) belum akan menerapkan karantina wilayah (lockdown) dalam penanganan Covid-19. Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro masih akan menjadi pilihan.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan, PPKM adalah piihan untuk lockdown tapi bersifat mikro. Sebab, menurutnya, tak adil ketika daerah yang tak terdampak Covid-19 ikut dikarantina hanya karena daerah tetangganya berstatus zona merah (risiko tinggi) penyebaran Covid-19.
"Katakanlah di Garut ada 400-an desa, yang merah hanya 10 desa, ya 10 desa itu saja yang di-lockdown. Kalau se-Garut itu tidak mungkin dan tidak logis. Jadi berbasis zona," kata dia di Kabupaten Garut, Jumat (25/6).
Sebelumnya, Wakil Gubernur (Wagub) Jabar Uu Ruzhanul Ulum ingin daerahnya menerapkan lockdown. Sebab, kasus Covid-19 di Jabar terus mengalami peningkatan.
Uu mengaku akan menyampaikan usulan itu langsung kepada Gubnernur Jabar. Menurut dia, kebijakan yang saat ini diberlakukan kurang efektif untuk memutus penyebaran Covid-19.
"Solusi untuk memutus penyebaran covid-19 di Jabar ini dengan lockdown. Saya akan sampaikan nanti pada rapat dengan Pak Gubernur untuk di-lockdown," kata dia di Tasikmalaya, Kamis (24/6).
Uu menilai, kebijakan lockdown pasti akan ada konsekuensinya. Ia mencontohkan, pemerintah harus menyiapkan bantuan sosial (bansos) untuk warga yang terdampak lockdown. Namun, menurut dia, hal itu bukan masalah asal penyebaran Covid-19 dapat ditekan.
Ia menegaskan, lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi saat ini tak bisa ditangani dengan cara biasa. Sebab, sudah dalam beberapa pekan terkahir, kasus Covid-19 terus melonjak. Dampaknya, saat ini hampir seluruh rumah sakit kewalahan menangani pasien Covid-19. Angka kematian akibat Covid-19 juga terus meningkat.
"Masa akan dibiarkan terus seperti ini. Pemerintah harus berani dalam bersikap, harus tegas. Saya hanya usul, nanti mungkin Gubernur memutuskan. Saya minta dilockdown, kunci total. Tidak lagi PPKM," katanya.