Rabu 18 Aug 2021 17:41 WIB

Masuki Puncak Panen Raya, Harga Gabah Makin Tinggi

Tingginya harga gabah itu disebabkan tingginya tingkat rendemen gabah.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Muhammad Fakhruddin
Masuki Puncak Panen Raya, Harga Gabah Makin Tinggi (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Oky Lukmansyah
Masuki Puncak Panen Raya, Harga Gabah Makin Tinggi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,INDRAMAYU -– Areal persawahan di Kabupaten Indramayu mulai memasuki puncak panen raya. Meski demikian, harga gabah di tingkat petani justru semakin melambung. Produktivitas gabah yang dihasilkan petani pun cukup tinggi.

‘’Ya pertengahan Agustus ini sudah mulai masuk puncak panen raya,’’ kata Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Indramayu, Sutatang, kepada Republika, Rabu (18/8).

Sutatang menyebutkan, di berbagai daerah yang kini sedang panen, harga gabah justru tinggi. Dia menyebutkan, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani saat ini di kisaran Rp 4.500 – Rp 5.200 per kg.

Harga itu di atas harga pembelian pembelian pemerintah (HPP) yang ditetapkan pemerintah. Berdasarkan Permendag Nomor 24 Tahun 2020, HPP GKP mencapai Rp 4.200 per kg di tingkat petani.

Sutatang menjelaskan, tingginya harga gabah itu disebabkan tingginya tingkat rendemen gabah. Jika gabah digiling, maka akan menghasilkan beras yang kualitasnya bagus. Saat dijual di pasaran, maka beras tersebut dihargai dengan harga tinggi.

Menurut Sutatang, tingginya kualitas gabah yang dipanen itu tak lepas dari kecukupan air selama masa tanam. Ditambah varietas yang digunakannya unggul dan faktor tanahnya.

Selain itu, lanjut Sutatang, tanaman padi selama musim tanam gadu ini relatif aman dari gangguan hama. Karenanya, tanaman padi bisa tumbuh tanpa gangguan yang berarti.

Sutatang mengakui, saat panen perdana pada akhir Juli/awal Agustus, harga GKP di tingkat petani masih dibawah HPP. Yakni, di kisaran Rp 3.800 – Rp 4.000 per kg. Dia mengatakan, saat itu panen baru dialami daerah-daerah yang lahannya tadah hujan.

‘’Jadi suplai airnya kurang sehingga kualitas gabahnya kurang bagus,’’ terang Sutatang.

Meski demikian, lanjut Sutatang, baik sawah yang kini sedang panen maupun sawah yang panen perdana, produktivitas panennya sama-sama cukup tinggi. Yakni, diatas tujuh ton per hektare.

Sutatang menjelaskan, meski harga gabahnya tinggi, namun para petani memilih tidak menjual seluruh hasil panennya. Menurutnya, mereka menyimpan sebagian hasil panennya untuk kebutuhan musim tanam rendeng (penghujan) 2021/2022 pada Oktober nanti.

‘’Apalagi sekarang cuacanya panas, petani mudah menjemur dan menyimpan gabahnya tanpa khawatir gabahnya rusak,’’ tukas Sutatang.

Sutatang mengatakan, dengan harga yang tinggi seperti sekarang, petani pun lebih memilih menjual gabahnya kepada tengkulak dibandingkan ke Bulog. Pasalnya, Bulog hanya membeli gabah petani dengan harga sesuai HPP.

Salah seorang petani di Kecamatan Cikedung, Jenudin, mengaku bersyukur dengan hasil panennya kali ini. Dia menyebutkan, hasil panennya mencapai sekitar 7,5 ton per hektare. Apalagi, harga gabahnya juga dihargai Rp 5.200 per kg.

‘’Alhamdulillah. Tapi saya hanya menjual sedikit untuk kebutuhan sehari-hari saja. Lainnya saya simpan untuk modal tanam rendeng nanti,’’ tutur petani yang menanam padi seluas dua hektare itu.

Terpisah, Pimpinan Bulog Cabang Indramayu, Dadan Irawan, menyatakan, pihaknya terus memaksimalkan penyerapan gabah di masa panen ini. Meski dia mengakui, harga gabah yang tinggi di tingkat petani menjadi kendala dalam penyerapan tersebut.

‘’Asalkan kualitasnya sesuai standar dan harganya ‘masuk’ (sesuai HPP), kami tetap lakukan penyerapan,’’ kata Dadan.

Dadan menyebutkan, target pengadaan Bulog Indramayu pada tahun ini mencapai 38 ribu ton setara beras. Dari jumlah itu, sudah terealisasi sekitar 18 ribu ton. Dia pun terus mengupayakan agar bisa memenuhi target hingga akhir tahun nanti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement