Kamis 19 Aug 2021 08:20 WIB

Kenangan Menyakitkan Warga Kampung Akuarium Digusur Ahok

Lima tahun berlalu, kenangan pahit digusur Ahok tidak bisa dilupakan begitu saja.

Rep: Febryan A/ Red: Erik Purnama Putra
Pekerja memasang plang hunian Kampung Susun Akuarium, Jalan Pasar Ikan, Kelurahan/Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (17/8).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pekerja memasang plang hunian Kampung Susun Akuarium, Jalan Pasar Ikan, Kelurahan/Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (17/8).

REPUBLIKA.CO.ID, Gembira. Bagai mimpi jadi kenyataan. Begitulah ekspresi yang disampaikan salah satu warga Kampung Akuarium, Jalan Pasar Ikan, Kelurahan/Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.

Musdalifah (31 tahun), korban penggusuran Kampung Akuarium pada era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok masih teringat peristiwa tragis yang menimpanya. Meski sudah lima tahun berlalu, kenangan pahit itu tidak bisa dilupakan begitu saja.

"Ini mimpi yang jadi kenyataan. Saya masih ingat dulu digusur betapa menyakitkannya hari itu, 11 April 2016," kata Musdalifah saat ditemui Republika di Kampung Susun Akuarium pada Rabu (18/8). Kawasan itu diresmikan oleh Gubernur Anies Rasyid Baswedan pada Selasa (17/8), bertepatan dengan HUT ke-76 RI.

Musdalifah teringat bagaimana dulu dirinya dan ratusan warga lainnya yang sebelumnya tinggal dengan tenang di kampung yang berlokasi persis di pesisir pantai utara Jakarta itu, harus terusir. Meski kawasan itu termasuk padat penduduk, ia merasa selama ini hidup tentram.

Sayangnya, ketentraman itu hilang seketika pada 11 April 2016. Ribuan personel gabungan, terdiri Satpol PP, polisi, hingga militer dikerahkan Ahok untuk mengawal alat berat, yang meratakan rumah warga. Dengan sekali instruksi Ahok, petugas menggusur semua rumah di sana.

Alasannya, revitalisasi kawasan wisata bahari dan pengembalian tanah negara. Warga, termasuk Musdalifah, melawan. Mereka memilih bertahan tinggal di sana dengan menggunakan tenda seadanya.

Dua tahun lamanya ia merasakan hidup yang berat. Hanya ada tenda, tapi tiada air dan listrik. "Ketika itu, saya sampai berpikir ini Gaza-nya Indonesia," ucapnya.

Sukarti (47), warga Kampung Akuarium lainnya, juga merasakan hal serupa. Paling berat, katanya, ketika hujan badai menerpa tenda-tenda. Belum lagi intaian binatang pengerat. "Bikin sedihnya di tenda, kaki sering digigitin tikus. Tau-tau pagi udah berdarah aja," kata dia.

Penderitaan mereka sedikit berkurang ketika Gubernur Anies Baswedan membuatkan mereka shelter pada 2018. "Dua tahun hidup di tenda dan tiga tahun di selter jadi cerita perjuangan kita mendapat tempat tinggal layak," ujarnya.

Dengan semua penderitaan itu, tak heran Musdalifah merasa kehadiran rumah susun itu bak mimpi. Usai diresmikan Anies, Musdalifah langsung melihat unit yang akan ditempatinya, yakni di Blok D lantai 3 nomor 10.

"Bagi saya unit itu lebih dari cukup. Ada ruang tamu, ruang keluarga, dan kamar mandi. Akhirnya sekarang dapat hunian layak" ujarnya.

Unit rumah susun itu tipe 36. Berdasarkan pantauan Republika di salah satu unit di Blok D lantai 1, tampak bagian depannya disediakan ruang keluarga dan dapur. Lalu ada satu kamar dan kamar mandi. Di bagian belakang ada tempat mencuci sekaligus area menjemur kain.

Kendati demikian, rumah susun itu belum satu pun dihuni warga. Musdalifah mengatakan, mereka masih kelelahan usai mempersiapkan acara peresmian sehingga belum sempat memindahkan barang ke unit masing-masing.

Dalam pekan ini, kata dia, warga perlahan akan mulai memindahkan barang dan menempati rumah susun itu. Ketua RT 12 (Kampung Akuarium), menerangkan, rumah susun atau kini disebut Kampung Susun Akuarium terdiri atas lima blok. Adapun yang rampung dibangun adalah Blok B dan D.

Setiap blok yang terdiri atas lima lantai. Dari dua blok yang sudah rampung, terdapat 107 unit. Jika semua blok rampung dibangun, akan terdapat 241 unit.  Di dua blok yang sudah rampung itu, lanjut Topas, juga terdapat tiga unit tempat usaha warga.

Ada juga akses khusus bagi warga penyandang disabilitas. "Ada juga area parkir sepeda motor di sebelah barat," kata Topas kepada Republika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement