Rabu 15 Sep 2021 14:09 WIB

Ini Alasan Sungai Cidurian Kerap Akibatkan Banjir

Telah terjadi perubahan alur sungai di Desa Kalongsawah, Kecamatan Jasinga.

Badan Informasi Geospasial (BIG) menyebutkan, analisis citra satelit berkala menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan alur sungai di Desa Kalongsawah, Kecamatan Jasinga, pada 2020. (Banjir akibat luapan Sungai Cidurian mengakibatkan bangunan di Desa Kalong Sawah, Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Badan Informasi Geospasial (BIG) menyebutkan, analisis citra satelit berkala menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan alur sungai di Desa Kalongsawah, Kecamatan Jasinga, pada 2020. (Banjir akibat luapan Sungai Cidurian mengakibatkan bangunan di Desa Kalong Sawah, Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Badan Informasi Geospasial (BIG) merilis hasil investigasinya terhadap aliran Sungai Cidurian yang kerap mengakibatkan banjir di empat kecamatan Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yakni Cigudeg, Jasinga, Nanggung, dan Sukajaya. Berdasarkan analisis citra satelit berkala, didapatkan fakta bahwa telah terjadi perubahan alur sungai di Desa Kalongsawah, Kecamatan Jasinga, pada 2020. 

“Hasil citra temporal pada 2019 menggambarkan adanya perubahan aliran signifikan dalam rentang Desember 2019 sampai Agustus 2020," kata Koordinator Bidang Pemetaan Kebencanaan dan Perubahan Iklim BIG, Ferrari Pinem dalam keterangan tertulisnya, Rabu (15/9).

Baca Juga

Menurut dia, investigasi yang juga dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan menunjukkan bahwa telah terjadi pembentukan aliran baru dari Sungai Cidurian. Aliran sungai baru tersebut disebabkan adanya bendungan irigasi yang diduga jebol akibat tidak kuat menahan aliran dengan debit kencang.

Ferrari menyebutkan, aliran sungai tersebut awalnya kecil dan akhirnya bertambah besar seiring waktu karena sungai yang lama tidak mengalirkan air akibat proses sedimentasi atau pengendapan yang terus-menerus. "Pengendapan yang terus terjadi membuat terbentuk lekukan yang semakin tajam dan akhirnya membentuk neck atau sumbatan aliran. Neck membuat aliran air terhambat dan lambat laun sungai menjadi mati. Sungai mati ini di kemudian hari akan menjadi danau tapal kuda atau Oxbow Lake," terang Ferrari.

Ia menduga, pengendapan yang terjadi di wilayah tersebut akibat material longsor yang terbawa aliran dari daerah hulu. Sebab, pada Januari 2020 terjadi longsor hebat di wilayah Sukajaya dan sekitarnya.

"Bila kita telusuri ke daerah hulu seperti Kampung Urug di Sukajaya, masih banyak ditemukan sisa-sisa material longsor. Material longsor ini besar kemungkinan terbawa aliran sungai dan terendapkan di wilayah hilir, terutama pada wilayah yang mengalami penurunan gradien sungai," paparnya.

Karena itu, ia menyimpulkan bahwa material longsor tersebut menjadi salah satu penyebab cepatnya terjadi pembentukan sedimentasi dan aliran sungai baru. Material sedimentasi akan mengakibatkan penyempitan alur sungai dan mengakibatkan proses aliran terhambat.

Ferrari menerangkan bahwa perlu dilakukan antisipasi mitigasi terhadap beberapa wilayah pemukiman di Desa Kalongsawah. Menurut dia, wilayah tersebut bisa saja hilang di kemudian hari apabila tidak diupayakan penguatan mitigasinya.

"Pengerukan sedimentasi bisa juga dilakukan, khususnya di daerah aliran yang mengalami penyumbatan. Tentunya, semua upaya ini masih perlu didiskusikan lebih lanjut, terutama dari sisi efektifitas dan efisiensinya," kata Ferrari.

Seperti diketahui, luapan aliran Sungai Cidurian beberapa kali menyebabkan banjir bandang di empat kecamatan Kabupaten Bogor, yakni Cigudeg, Jasinga, Sukajaya, Nanggung usai bencana hebat yang terjadi pada awal 2020. Terbaru, banjir bandang terjadi di empat kecamatan tersebut pada Senin petang, 6 September 2021 yang mengakibatkan robohnya beberapa jembatan dan merusak belasan rumah warga.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement