Senin 27 Sep 2021 05:48 WIB

PHRI Jabar Soroti Program Sertifikat CHSE Bagi Pelaku Wisata

Program yang didanai pemerintah sebesar Rp 12 juta ini terkesan penghamburan dana.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Muhammad Fakhruddin
PHRI Jabar Soroti Program Sertifikat CHSE Bagi Pelaku Wisata (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Fikri Yusuf
PHRI Jabar Soroti Program Sertifikat CHSE Bagi Pelaku Wisata (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat menyoroti program pemberian sertifikat Cleanliness, Health, Safety dan Environment Sustainability (CHSE) kepada pelaku wisata. Mereka menilai program tersebut hanya menghamburkan uang.

Ketua PHRI Jabar, Herman Muchtar mengatakan pihaknya mendukung penuh tujuan utama program CHSE yaitu menyangkut penerapan protokol kesehatan bagi pelaku wisata. Namun sejauh ini, penerapan program tersebut di Jabar relatif masih terbatas.

"Di Jawa Barat, hotel 3.000 lebih belum restoran, yang dapat (CHSE) baru 350 itu pun 200nya ngotot. 160 baru mau lagi sedangkan anggota kita ribuan," ujarnya saat dihubungi, Senin (27/9). Ia melanjutkan, pihaknya bersama PHRI pusat telah melakukan rapat dan menilai program yang didanai pemerintah sebesar Rp 12 juta ini terkesan penghamburan dana terlebih proses penilaian yang dilakukan hanya beberapa jam.

"Kita tahu biaya cukup tinggi pemerintah mengeluarkan Rp 12 juta kemudian dirapatkan BPP PHRI secara nasional sehingga semua sepakat menolak penghamburan," katanya. Apalagi program tersebut hanya berlaku satu tahun.

Herman mengatakan, para pelaku wisata pun harus melakukan persiapan selama proses mendapatkan sertifikat CHSE dengan merogok kocek hingga Rp 5 juta. Dana tersebut digunakan untuk menyiapkan infrastruktur protokol kesehatan.

Ia bersama pelaku wisata se Jawa Barat sepakat program CHSE lebih baik masuk ke program Laik Sehat yang dikeluarkan Dinas Kesehatan.  "Saya di Jawa Barat dirapatkan sepakat bahwa sebenarnya tidak perlu lagi harusnya dikaitkan laik sehat yang dikeluarkan dinas kesehatan cuma konten ditambah," ungkapnya.

Ia pun khawatir jika ke depan pemerintah sudah tidak sanggup membiayai program tersebut dan akhirnya dibebankan kepada pelaku wisata. Di lapangan sendiri, Herman mengaku para tamu hotel tidak terlalu memperhatikan terkait hal tersebut.

"Kalau sudah dilakukan CHSE tamu hotel tidak menanyakan itu; tidak ada bedanya hotel yang dapat dan belum tidak ada bedanya," katanya. Lebih jauh, pihaknya merasa keberatan jika program CHSE harus menjadi persyaratan saat pelaku wisata mengurus izin usaha.

"Kalau dikaitkan dengan OSS (Online Single Submission) jadi perizinan sangat memberatkan apalagi biaya mahal," ungkapnya. Herman mengatakan jika pemerintah tetap kekeuh dengan program tersebut maka ia berharap sertifikat CHSE memiliki kedaluwarsa hingga 5 tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement