REPUBLIKA.CO.ID,Ridwan Kamil Lapor ke BPK
BANDUNG --Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil melaporkan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 Tahun Anggaran (TA) 2021 dalam Entry Meeting Pemeriksaan BPK Perwakilan Jabar di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Senin (11/10).
Ridwan Kamil mengatakan, vaksinasi Provinsi Jabar menjadi yang paling tinggi dalam kecepatan rata-rata suntikan per hari. Berdasarkan data Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KCP-PEN) per 7 Oktober 2021, kecepatan rata-rata harian sudah mencapai 273.675 dosis per hari.
Sedangkan realisasi vaksinasi Jabar per 10 Oktober 2021 adalah 26.703.228 dosis. Untuk mencapai target herd immunity pada 31 Desember, Jabar masih harus meningkatkan kecepatan rata-rata penyuntikan menjadi 589.728 dosis per hari.
"Karena kami penduduknya paling besar dibandingkan Jakarta. Kemudian fasilitas pusat ngumpulnya di sana, dikasih vaksinnya sama. Kalau vaksin kita mau selesai sesuai target di Desember, kami butuh 15 juta dosis vaksin per bulan," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil.
Menurut Emil, sampai Oktober Jabar baru memperoleh 30 juta dari seharusnya dikasih 75 juta vaksin. "Kalau vaksinnya 15 juta dan kecepatan kami 500.000 per hari dapat ke kejar. Realitanya kami tidak dapat 15 juta per bulan, kami pernah tes sampai 450.000-an dalam sehari," katanya.
Ke depan, kata Emil, fokus vaksinasi Jabar adalah wilayah aglomerasi seperti Bodebek (Bogor, Depok, Bekasi) dan Bandung Raya. Untuk wilayah Bodebek yang menjadi fokus adalah Kabupaten Bogor sedangkan di Bandung Raya salah satu yang menjadi perhatian Pemda Provinsi Jabar adalah Kabupaten Bandung Barat.
"Sekarang kami ditargetkan aglomerasi dulu. Bodebek dan Bandung Raya," katanya.
Sementara menurut Kepala Perwakilan BPK Provinsi Jabar Agus Khotib, berkaitan dengan program vaksinasi, BPK Jabar mendukung terciptanya herd immunity pada akhir 2021. Karena itu, BPK Jabar akan melakukan audit vaksin mulai dari hulunya dalam hal ini adalah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Bio Farma untuk menanyakan terkait dengan distribusi dan penyediaan vaksin.
"Kami sadari persediaan vaksin terbatas. Kami melakukan pemeriksaan di hulunya yaitu penyediaan vaksin. Misalnya ke Bio Farma kenapa ketersediaan vaksin itu begitu lambat sekali," kata Agus.