REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), menyebut penilaian perlu ditutup atau tidaknya sekolah apabila ditemukan kasus Covid-19 pada pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dilakukan oleh Gugus Tugas Covid-19 setempat. Apabila hanya ditemukan satu kasus dan yang terjangkit sudah diisolasi, sekolah masih bisa terus melanjutkan PTM terbatas.
"Kalau hanya ada satu kasus dan yang bersangkutan sudah diisolasi bisa jalan terus, Gugus Covid-19 setempat yang eksaminasi," ungkap Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek, Jumeri, Kamis (21/10).
Beberapa waktu lalu, Kemendikbudristek menyatakan siap berkolaborasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk penerapan strategi pengendalian Covid-19 yang lebih aktif. Upaya pertama yang dilakukan adalah memastikan pelaksanaan tes acak di satuan pendidikan. Kemudian, integrasi aplikasi PeduliLindungi pada satuan pendidikan untuk menghasilkan data yang valid.
“Kami sangat mendukung program ini yang secara proaktif akan menemukan dan secara statistik akan mencapai level akurasi yang tinggi untuk menunjukkan apakah kita patut khawatir apa tidak,” kata Mendikbudristek, Nadiem Makarim di Jakarta, Senin (27/9).
Dengan adanya data pengawasan yang lebih baik, Nadiem akan menutup sekolah-sekolah penyelenggara PTM terbatas dengan kasus positivity rate di atas lima persen. Secara klinis dan secara statistik, kata dia, itu akan jauh lebih valid, lebih jelas sasarannya, dan tidak merugikan sekolah yang bisa menjaga disiplin protokol kesehatan.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemerintah akan mengubah strategi menjadi strategi pelacakan kasus secara aktif agar masyarakat dapat hidup berdampingan dengan pandemi. Jika ditemukan kasus positif di sekolah penyelenggara PTM terbatas, maka dilakukan prosedur isolasi dan karantina.
Apabila kasus terkonfirmasi positif mencapai satu sampai dengan lima persen, maka dilakukan tes untuk semua rombongan belajar (rombel) dan dikarantina di rumah. Tapi, jika kasus terkonfirmasi positif di atas lima sekolah, kebijakan yang berbeda akan dilakukan.
Sementara itu, pemerhati dan praktisi pendidikan, Asep Sapa'at mengatakan, data yang sahih dan lengkap soal infrastruktur pembelajaran siswa, profil siswa, dan profil orang tua siswa perlu dimiliki oleh sekolah. Dengan data-data itu, sekolah dapat menetapkan kebijakan yang fleksibel dan tepat untuk melakukan buka tutup sekolah.
"Dari ketiga data ini, sekolah bisa menetapkan kebijakan yang fleksibel dan tepat untuk melakukan buka tutup sekolah," ujar Asep lewat pesan singkat, Kamis (21/10).
Dia mengatakan, jika infrastruktur pembelajaran siswa lengkap tersedia di rumah, profil siswa merupakan siswa yang sudah bisa belajar mandiri, dan profil orang tua siswanya bisa mendampingi belajar siswa, maka opsi pembelajaran jarak jauh (PJJ) merupakan opsi terbaik. Sebab, dengan PJJ keamaman para siswa dapat terjaga.
"PJJ atau belajar di rumah merupakan opsi terbaik karena keamanan terjaga dan siswa tetap bisa belajar efektif," jelas dia.
Namun sebaliknya, jika infrastruktur pembelajaran tak tersedia di rumah, profil siswa belum dapat belajar mandiri, dan profil orangtua tak bisa mendampingi belajar siswanya, maka siswa dengan kondisi seperti ini wajib melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas di sekolah. "Dari basis data ini, sekolah dapat mengidentifikasi dan menetapkan kelompok siswa yang terus belajar di rumah, wajib belajar di sekolah, dan secara bergantian bisa belajar di rumah dan belajar di sekolah," kata Asep.
Dia menjelaskan, PTM terbatas di sekolah akan berjalan efektif ketika beberapa prasyarat dipenuhi. Pertama, ketika semua guru, tenaga kependidikan, dan siswa sudah divaksin. Kedua, standar operasional prosedur (SOP) PTM terbatas di sekolah berjalan efektif. Ketiga, adanya evaluasi berkala perihal penerapan protokol kesehatan di sekolah.
Solusi terbaik untuk mengejar ketertinggalan pembelajaran yang terjadi akibat pandemi dapat diselesaikan melalui sejumlah strategi. Di antaranya melakukan peningkatan kapasitas guru mengajar di masa pandemi dan melakukan peningkatan kapasitas orang tua sebagai pendamping belajar siswa di rumah.
"Kemudian kurikulum yang bersifat personal sesuai kebutuhan dan karakteristik masing-masing siswa, strategi pembelajaran yang tepat dan sama efektifnya untuk belajar di sekolah maupun di rumah," kata dia.