Sabtu 13 Nov 2021 18:34 WIB

Pemprov Jabar Ajak Masyarakat Bangun Sumur Resapan

Sumur resapan di Gedung Sate, Bandung efektif menyerap air dan mencegah banjir.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Pembangunan sumur resapan yang efektif menyerap air untuk mencegah banjir (ilustrasi).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pembangunan sumur resapan yang efektif menyerap air untuk mencegah banjir (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kepala Dinas Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat (SDA Jabar), Dikky Achmad Sidik meminta masyarakat untuk terlibat aktif dalam gerakan sumur resapan sebagai upaya pencegahan banjir. Gerakan rekayasa konservasi air menggunakan alat sederhana untuk menampung air hujan ke dalam tanah ini rencananya dimulai dalam waktu dekat.

"Sumur resapan adalah salah satu gerakan yang akan kita launching di Jabar bulan ini sebagai salah satu gerakan untuk memasyarakatkan konservasi air ke dalam tanah," kata Dikky di Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (13/11).

Baca Juga

Menurut Dikky, ada dua keuntungan bila gerakan sumur resapan ini dilakukan secara masif, yakni pertama akan mengurangi debit air yang masuk ke drainase sehingga meminimalkan terjadinya banjir. Kedua, air tanah dapat terisi kembali melalui sumur resapan. "Dengan gerakan ini debit air pada drainase menjadi berkurang dan bisa me-recharge air tanah lewat sumur resapan ini," ujarnya.

Pembuatan sumur resapan tidak perlu menggunakan teknologi khusus, tetapi bisa dilakukan dengan sederhana di rumah-rumah. Dikky menyebut, cara sederhana itu sudah pernah dilakukan oleh para Babinsa di Satgas Citarum Harum, yakni menggunakan drum bekas yang dilubangi. Kendati kapasitas penampungan airnya kecil, tetapi cara itu sudah berfungsi sebagai sumur resapan.

"Bisa dengan cara sederhana menggunakan drum bekas yang dilubangi, secara fungsi itu sudah cukup hanya kapasitasnya saja kecil tetapi bila dilakukan dengan masif kan menjadi besar," tutur Dikky.

Pembuatan sumur resapan dengan teknologi khusus akan diperuntukkan baik bagi kantor instansi pemerintah maupun perusahaan swasta. Dikky mengatakan, Dinas SDA Jabar sudah menentukan model sumur resapan dari PT Danone yang akan dijadikan rujukan. Sumur resapan dengan teknologi tersebut, sambung dia, bahkan sudah diterapkan di Gedung Sate.

Hasilnya, efektif menyerap air dengan kapasitas besar. "Model sumur resapan seperti ini sudah kami kaji, seperti yang di Gedung Sate kapasitasnya lebih besar dibanding model lainnya, pembuatannya juga menggunakan limbah plastik yang di daur ulang," kata Dikky.

Gerakan sumur resapan untuk tahap awal akan dilakukan oleh kantor-kantor instansi pemerintah. Menurut Dikky, pemerintah harus memberikan contoh baik kepada masyarakat khususnya dalam konservasi air yang akan berkontribusi mencegah banjir.

"Tahap awal akan dibuat di gedung-gedung pemerintahan supaya pemerintah dapat memberikan contoh ke masyarakat bahwa kita melakukan konservasi air. Jadi jangan hanya mendorong saja, tapi juga harus melakukan," tuturnya.

Dalam upaya pengendalian banjir, Dinas SDA Jabar sudah mengidentifikasi titik rawan banjir khususnya di wilayah yang terlintasi oleh daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung-Cisadane, DAS Citarum dan DAS Cimanuk. "Di tiap wilayah sungai kita ada titik rawan banjir seperti di BBWS Ciliwung-Cisadane ada di sekitar Bekasi dan Bogor yang menjadi penopang ibu kota," ujar Dikky.

Kemudian, di wilayah BBWS Citarum, titik rawan banjir jauh lebih banyak lagi karena melewati 13 kabupaten/kota. Untuk DAS Citarum Hulu titik rawannya ada di seluruh Bandung Raya di mana daerah acuannya adalah Dayeuhkolot.

Adapun titik rawan banjir akibat luapan air DAS Citarum hilir ada di wilayah Bekasi, Karawang (pertemuan sungai Cibeet dan Citarum), Subang hingga mengarah ke Indramayu ."Untuk BBWS Cimanuk titik rawannya di Cirebon, Majalengka, Indramayu, dan Cimanuk hulunya yaitu di Garut," ucap Dikky.

Penataan Puncak

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan berbagai instansi pemerintah dalam menjawab permasalahan di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jabar yang merupakan daerah resapan air hulu bagi Jabodetabek.

Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra, menyampaikan, kegiatan seperti penanaman pohon dan pembuatan sumur resapan menjadi salah satu langkah konkret dari implementasi Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jabodetabek-Punjur (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur).

"Yang jelas, (Perpres Jabodetabek-Punjur) ini butuh kerja sama lintas sektor sangat krusial. Koordinasi ini ada pada Menteri ATR/Kepala BPN dan Gubernur," kata Surya.

Dia menyebutkan, tahap berikutnya adalah mengajak kolaborasi bersama-sama dengan pihak provinsi agar dapat menjadi kesepakatan bersama.

Kementerian ATR/BPN menawarkan solusi untuk menyelamatkan kawasan Puncak, yang sekaligus berdampak pada Jakarta juga masyarakat tentunya. Adapun beberapa konseptual dan rencana pemulihan kawasan Puncak hingga tahun 2024 yaitu penanaman pohon untuk resapan air, pembuatan sumur resapan untuk mengurangi run off, dan pembangunan bendungan.

Kemudian, penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang, pengendalian hak atas tanah, dan pemberdayaan masyarakat. Kondisi lingkungan Kawasan Puncak sebagai resapan air (hulu) bagi Jabodetabek-Punjur dinilai cukup mengkhawatirkan. Berdasarkan hasil audit tata ruang ditemukan 54 kasus pelanggaran pemanfaatan ruang di kawasan Puncak.

Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan Abdul Djalil, menyampaikan, permasalahan di Puncak, merupakan hal yang penting untuk segera ditangani. Dia menjelaskan, upaya untuk menyelamatkan kawasan Puncak membutuhkan kolaborasi bersama mengubah beberapa aturan, terutama terkait ruang terbuka hijau (RTH).

Kawasan Puncak diinisiasi untuk mengambil alih sisa RTH yang ditetapkan di DKI Jakarta. "Bagaimana kita mengatasi Puncak ini? Kalau kita bekerja bersama, saya akan mengubah aturan tentang RTH Jakarta. Sekarang kita tafsirkan di Undang-Undang tentang RTH itu, tidak boleh lagi. Tidak lagi berdasarkan wilayah-wilayah terkecil, tapi sebuah kawasan," kata Sofyan.

Saat ini, DKI Jakarta telah mewujudkan sembilan persen dari target 30 persen RTH yang harus dibangun dari luas total wilayah. Namun demikian, wilayah DKI Jakarta sudah tidak memungkinkan penambahan RTH mengingat padatnya wilayah serta harga tanah yang melonjak.

"Sisa 21 persen kita cari di Puncak, nanti tolong kunci semua Puncak tidak boleh berubah lagi kebun-kebun teh itu. Puncak kita selamatkan. Bagaimana ekonomi Puncak, tetap menjadi sumber air dan jangan longsor," kata Sofyan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement