Rabu 17 Nov 2021 04:59 WIB

Peradi: Kasus Istri Marahi Suami Mabuk Mestinya tak Terjadi

Istri yang marahi suami mabuk menjadi terdakwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Rep: Antara, Bambang Noroyono, Djoko Suceno/ Red: Ratna Puspita
Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kabupaten Karawang, Jawa Barat, menyatakan, kasus istri memarahi suaminya karena sering mabuk dan dituntut satu tahun penjara seharusnya tidak terjadi. Ilustrasi
Foto: EPA
Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kabupaten Karawang, Jawa Barat, menyatakan, kasus istri memarahi suaminya karena sering mabuk dan dituntut satu tahun penjara seharusnya tidak terjadi. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kabupaten Karawang, Jawa Barat, menyatakan, kasus istri memarahi suaminya karena sering mabuk dan dituntut satu tahun penjara seharusnya tidak terjadi. "Itu (kasus itu) seharusnya tidak terjadi jika ditangani secara restorative justice dan mengedepankan keadilan terhadap perempuan," kata Ketua Peradi Karawang Asep Agustian, di Karawang, Selasa (16/11).

Seorang istri di Karawang bernama Valencya (45) kini harus menjadi terdakwa dalam perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan dituntut satu tahun hukuman penjara setelah memarahi suaminya. Padahal, Valencya marah karena setiap pulang ke rumah, suaminya dalam keadaan mabuk.

Baca Juga

Dalam perkara itu, Asep Agustian berharap agar Pengadilan Negeri Karawang bisa memandang dengan cermat, dan membebaskan Valencya. Ia juga kecewa kepada Kejaksaan Negeri Karawang yang tidak bisa menerapkan restorative justice dalam menangani perkara tersebut.

Sementara itu, Kasus ini bermula dari laporan Chan Yu Ching ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Jabar pada September 2020. Setelah melalui proses penyidikan, polisi akhirnya menetapkan Valencya sebagai tersangka pada Januari 2021. 

 

Berkas kasus ini dilimpahkan polisi ke Kejati Jabar. Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang yang digelar Kamis (11/11) di Pengadilan Karawang menuntut Valencya satu tahun penjara.

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin turun tangan merespons penanganan perkara rumah tangga ini. Burhanuddin menegaskan, jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus tersebut, tak memiliki kepekaan sosial, dan telah mengingkari norma-norma kemanusian karena melakukan penuntutan terhadap Nengsy Lim.

Hal tersebut menjadi satu dari lima kesimpulan hasil dari eksaminasi khusus yang dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) atas perintah Jaksa Agung. “Dari tahap prapenuntutan sampai tahap penuntutan baik dari Kejaksaan Negeri Karawang, maupun dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, tidak memiliki ‘sense of krisis’, atau kepekaan,” kata Burhanuddin, dalam siaran resmi.

Pelaksanaan eksaminasi khusus dilakukan dengan mewawancarai sembilan orang, baik dari pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kejaksaan Negeri Karawang, maupun jaksa penuntut umum. 

 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement