REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Melki Laka Lena, menanggapi rencana mogok kerja nasional pada Desember 2021 yang akan dilakukan dua juta buruh. Langkah ini ditempuh Buruh karena pemerintah hanya menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 1,09 persen.
Melki mengingatkan bahwa mekanisme dialog mesti menjadi fokus utama buruh untuk menyalurkan aspirasinya. Ia tak sepakat dengan rencana aksi unjuk rasa buruh. "Dialog harus lebih diutamakan dalam situasi dan kondisi sulit saat ini," kata Melki kepada RepJabar, Jumat (19/11).
Politikus Partai Golkar tersebut menyatakan siap membantu menggelar mediasi antara buruh-pengusaha-pemerintah atau tripartit asalkan diminta oleh mereka yang bersengketa. "Kami terbuka untuk fasilitasi dan melangsungkan dialog tripartit jika diminta para pihak," ujar Melki.
Walau demikian, Melki mempersilakan buruh mengadakan aksi unjuk rasa sebagai jalan menyalurkan aspirasi di negara demokrasi. Hanya saja, ia menyinggung agar aksi buruh jangan sampai berdampak negatif terhadap pemulihan ekonomi.
"Demo sebagai ekspresi demokrasi tentu bisa dipahami tapi dalam sikon sulit pemulihan pascabadai gelombang Covid tentu pimpinan serikat buruh dan pengusaha difasilitasi pemerintah harus duduk bersama mencari solusi terbaik," ucap Melki.
Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengeklaim KSPI sudah menggelar rapat dengan 60 serikat buruh tingkat nasional dengan keputusannya mogok produksi secara nasional pada Desember nanti. Said menyebut, mogok nasional ini akan dilakukan selama tiga hari berturut-turut tapi, tanggal pelaksanaannya belum disepakati antara serikat buruh. Untuk sementara, direncanakan aksi mogok nasional digelar pada tanggal 6 hingga 8 Desember 2021.
"60 federasi tingkat nasional memutuskan mogok nasional, setop produksi. Ini akan diikuti 2 juta buruh, (sehingga) lebih dari ratusan ribu pabrik akan berhenti bekerja," ungkap Said dalam konferensi pers daring, Selasa (16/11).