Selasa 23 Nov 2021 20:41 WIB

Buruh Jabar Ancam Aksi Besar, Ridwan Kamil Pilih Ajak Dialog

Gubernur Jabar Ridwan Kamil meminta buruh kedepankan dialog soal UMK.

Rep: Antara, Febryan. A, Arie Lukihardianti/ Red: Bayu Hermawan
Gubernur Jabar Ridwan Kamil,
Foto: istimewa
Gubernur Jabar Ridwan Kamil,

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ribuan buruh di Jawa Barat mengancam akan menggelar aksi besar-besaran menolak penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 yang hanya naik sebesar Rp31.135.95 atau menjadi Rp1.841.487.31. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menjadi sasaran aksi unjuk rasa, karena dianggap bertanggungjawab memutuskan UMP dan Upah Minimum Kabupaten/ Kota di wilayah Jawa Barat tahun 2022.

Menanggapi rencana mogok massal dan aksi unjuk rasa besar-besaran, Gubernur Jabar Ridwan Kamil meminta buruh tetap mengedepankan dialog terkait dinamika penetapan upah minimum provinsi (UMP) atau upah minimum kabupaten/kota di wilayah Jawa Barat tahun 2022. "Kita sampaikan aspirasi,kalau kurang puas bisa disampaikan dengan cara yang baik, cara-cara dialog. Sehingga kedepannya bisa menemukan rumus-rumus yang saling memahami dan menguntungkan begitu," kata Ridwan Kamil ketika dimintai tanggapan tentang ancaman mogok nasional buruhdi Bandung, Selasa (23/11).

Baca Juga

Pria yang akrab disapa Kang Emil itu menegaskan, pemerintah daerah selama ini telah mengikuti rumus perhitungan upah dari pemerintah pusat dan hal ini tentunya harus dipahami oleh semua pihak. "Situasi ekonomi juga masih belum membaik 100 persen juga," ucapnya.

Sementara itu terkait adanya 11 kabupaten/kota di Jabar yang UMK Tahun 2022 tak akan naik, Ridwan Kamil mengatakan hal tersebut telah disesuaikan dengan aturan yang ada (PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan). "Karena hitungan yang baru memberikan batasan, ada batas atas dan atas bawah. Dan peraturannya mengatur kalau setelah dihitung rumusnya melewati batas atas maka dia sama seperti tahun sebelumnya," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat Herawanto menilai persoalan upah memang sangat kompleks karena banyak pihak yang terkait di dalamnya. Sehingga untuk menilai berapa besaran upah yang sesuai, harus dilihat berdasarkan perkembangan dan kondisi ekonomi saat ini.

"Terkait soal upah ini juga harus dilihat dari sisi pengusaha. Apalagi di tengah pandemi harus dilihat bagaimana kemampuan mereka membayar upah," kata Herawanto seusai press conference West Java Annual Meeting 2021 di Kantor BI Jabar, Jalan Braga, Kota Bandung.

Dia mengatakan, kalau ada kenaikan luar biasa pada upah, sementara pengusaha baru merangkak bisnisnya akibat terdampak Covid-19, maka dikhawatirkan akan kontra produktif. Menurutnya saat ini banyak pengusaha berusaha memulai menggenjot usahanya lagi setelah pemberlakuan PPKM.

"Kalau upah naik signifikan, pengusaha enggak bisa meneruskan usahanya, maka mereka tidak bisa bayar karyawannya. Jadi harus diperhatikan suistinibility-nya. Sekarang yang penting ekonomi jalan, ekonomi bisa memberi pendapatan bagi pengusaha, investor, dan buruh," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan persoalan upah, investasi, dan ekonomi Jawa Barat, nantinya akan ikut dibahas pada West Java Annual Meeting 2021. Pada West Java Annual meeting 2021, Bank Indonesia Jawa Barat akan menyampaikan evaluasi kinerja ekonomi Jawa Barat tahun 2021, prospek ekonomi tahun 2022, dan berbagai rekomendasi kebijakan untuk turut bersama memajukan perekonomian Jawa Barat.

West Java Annual Meeting 2021, kata dia, dengan tema "Saluyu Jawa Barat Bangkit" yang merupakan momentum penting bagi sinergi dan kolaborasi Bank Indonesia serta berbagai stakeholders utama.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement