Rabu 24 Nov 2021 09:51 WIB

Rumus Perhitungan UMP Jabar Mengikuti Pusat

Adanya 11 kabupaten/kota di Jabar yang UMK Tahun 2022 tak akan naik.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Muhammad Fakhruddin
Rumus Perhitungan UMP Jabar Mengikuti Pusat (ilustrasi).
Foto: republika/mgrol100
Rumus Perhitungan UMP Jabar Mengikuti Pusat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil menegaskan, pemerintah daerah selama ini telah mengikuti rumus perhitungan upah dari pemerintah pusat. Hal ini tentunya harus dipahami oleh semua pihak.

Hal tersebut, diungkapkan Ridwan Kamil saat dimintai tanggapan tentang ancaman mogok nasional buruh, serta 11 kabupaten/kota di Jabar yang UMK Tahun 2022 tak akan naik.

"Situasi ekonomi juga masih belum membaik 100 persen juga," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil, Rabu (24/11).

Emil menjelaskan, terkait adanya 11 kabupaten/kota di Jabar yang UMK Tahun 2022 tak akan naik, hal tersebut telah disesuaikan dengan aturan yang ada (PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan).

"Karena hitungan yang baru memberikan batasan, ada batas atas dan atas bawah. Dan peraturannya mengatur kalau setelah dihitung rumusnya melewati batas atas maka dia sama seperti tahun sebelumnya," katanya.

Emil pun mengimbau buruh untuk mengedepankan dialog terkait dinamika penetapan upah minimum provinsi (UMP) atau upah minimum kabupaten/kota di wilayah Jawa Barat Tahun 2022.

"Kita sampaikan aspirasi-aspirasi kalau kurang puas bisa disampaikan dengan cara yang baik, cara-cara dialog. Sehingga kedepannya bisa menemukan rumus-rumus yang saling memahami dan menguntungkan begitu," katanya.

Terpisah, Ekonom dari Universitas Padjadjaran Ferry Hadiyanto mengatakan, sebaiknya buruh lebih bijak dalam meminta kenaikan upah minimum. Karena, saat ini sektor industri tengah masih dalam fase memulihkan diri akibat hantaman pandemi Covid-19.

"Kalau misalnya terlalu tinggi, perusahaan kalau dapat keuntungan yang tadinya bisa untuk investasi di 2022, sehingga kemudian merekrut kembali tenaga kerja yang tadinya menganggur atau tenaga kerja baru, tapi kalau begini kan uang profitnya hanya untuk tambahan upah," ujar Ferry.

Ferry mencontohkan, kalau naiknya misal Rp 100 ribu saja, maka Rp 100 ribu dikali sekian pekerja, itu akan menghabiskan keuntungan yang sebenarnya bisa digunakan untuk investasi sumber daya manusia atau barang produksi untuk 2022.

Ferry mengatakan, sah-sah saja jika buruh menyalurkan aspirasi mereka terkait kenaikan UMP dan UMK. "Kita saat ini lagi recovery dari pandemi Covid-19, banyak saudara yang terkena PHK gara-gara COVID-19. Kalau seandainya nanti ekonomi sudah baik dan normal kembali, dan tingkat kesejahteraan masyarakat sudah normal kembali, itu sah saja," katanya.

Ferry melihat sejumlah serikat buruh menuntut kenaikan upah karena melihat laju pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan tren positif. Misalnya, ekonomi di Jabar pada triwulan II/2021 secara year on year (yoy) tumbuh melejit 6,13 persen, sedangkan secara kumulatif hingga triwulan II/2021 tumbuh 2,54 persen. 

Hal ini menunjukkan pada triwulan II/2021 perbaikan ekonomi sudah terlihat semakin membaik, setelah empat triwulan terakhir ekonomi terkonstraksi karena dampak pandemi Covir-19.

"Perhitungan laju pertumbuhan ekonomi itu kan years on years, jadi kita baru mendapat kenaikan ekonomi itu di kuartal kemarin, jadi satu kuartal kemarin itu dimasukin ke rumus, jadi harus satu tahun full. Itu juga cuma 0, sekian persen saja, kemarin sempat naik jadi 6 persen, sekarang turun lagi tapi sudah positif pergerakannya, tapi kan itu kuartal dan berangkatnya dari negatif 4 untuk Jawa Barat," paparnya.

Jadi, kata Ferry, kalau dibilang pertumbuham ekonomi positif itu satu kuartal saja dan baru kemarin, sama seperti inflasi. Sehingga, tidak cocok kalau dijadikan patokan untuk kenaikan UMK dan tidak cocok dengan regulasinya. 

"Kan tukang hitungnya BPS, jadi sudah jelas sebenarnya. Jadi, itulah yang menurut saya jangan sampai sudah akan membaik secara ekonomi, lalu ada masalah lagi di sektor tenaga kerja," kata Ferry. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement