REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku tidak keberatan jika harus ikut pindah ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Ketua KPK, Firli Bahuri menyatakan hal ini mengingat status Aparatur Sipil Negara (ASN) yang saat ini disandang para pegawai.
"Ada satu hal yang mendasari kenapa kami tidak keberatan yaitu peran dari kami selaku aparatur sipil negara," kata Firli Bahuri dalam keterangan, Kamis (3/2).
Dia mengatakan, ASN KPK memiliki tiga peran. Pertama, ASN selaku pelaksana kebijakan. Kedua, ASN sebagai pemberi pelayanan publik dimana KPK juga memberikan pelayanan dimaksud. Ketiga, ASN merupakan perekat persatuan bangsa dan negara.
"Sehingga di manapun KPK berada tiga hal itu harus dimainkan dan UU memang menyebut dl UU KPK Nomor 19 tahun 2019 dikatakan KPK berkedudukan di Ibukota negara tentu ini juga harus kami laksanakan," katanya.
Sebelumnya, Firli mengatakan, bahwa KPK juga akan memonitor pembangunan IKN guna mencegah terjadinya tindak pidana korupsi. Komisaris Jendral Polisi itu melanjutkan, hal tersebut juga sekaligus merupakan amanat Undang-Undang nomor 19 tahun 2019 tentang KPK.
Seperti diketahui, pemerintah telah memperkirakan bahwa total kebutuhan anggaran pembangunan IKN mencapai Rp 466,6 triliun. Anggaran tersebut akan diambil dari APBN sebesar Rp 90 triliun, Rp 253,4 triliun dari kerjasama pemerintah dan badan usaha serta Rp 123,2 triliun dari swasta, BUMN dan BUMD.