Jumat 11 Mar 2022 12:56 WIB

Ini Arahan Terbaru MUI Terkait Ibadah Berjamaah Saat Pandemi

MUI mengarahkan, agar umat kembali ke hukum awal dengan merapatkan dan meluruskan saf

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agus Yulianto
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Amirsyah Tambunan.
Foto: dok. Istimewa
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Amirsyah Tambunan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Buya Amirsyah Tambunan menyampaikan, bayan atau penjelasan tentang Fatwa MUI terkait pelaksanaan ibadah dalam masa pandemi. Dalam penjelasan tersebut, MUI mengarahkan, agar umat kembali ke hukum awal dengan merapatkan dan meluruskan saf atau barisan saat sholat.

Buya Amirsyah mengatakan, pemerintah bersama masyarakat terus melakukan penanganan dan pengendalian Covid-19 dengan berbagai ikhtiarnya. Setelah angka peredaran Covid-19 menunjukkan tren menurun, pemerintah menetapkan kebijakan pelonggaran aktivitas masyarakat, termasuk pelonggaran untuk transportasi umum seperti pesawat terbang dan kereta api dengan peningkatan kapasitas penumpang sampai 100 persen dan peniadaan jaga jarak.

"Melihat perkembangan kondisi penanganan wabah Covid-19 yang terus membaik dan terkendali dengan ditandai angka sebaran mengalami tren penurunan, serta kebijakan pemerintah yang memberikan pelonggaran aktivitas sosial, termasuk kebijakan peniadaan jaga jarak dalam perjalanan, dan mengacu pada hasil Rapat Pimpinan Komisi Fatwa MUI tanggal 10 Maret 2022, maka Dewan Pimpinan MUI menyampaikan Bayan (penjelasan) sebagai berikut," kata Buya Amirsyah melalui pesan tertulis kepada Republika, Jumat (11/3/2022)

Dia mengatakan, Fatwa MUI Nomor 31 Tahun 2020 pada diktum A.3. menyatakan, untuk mencegah penularan wabah Covid-19, penerapan physical distancing saat sholat jamaah dengan cara merenggangkan shaf hukumnya boleh. Shalatnya sah dan tidak kehilangan keutamaan berjamaah karena kondisi tersebut sebagai hajat syar’iyyah.

Kebolehan merenggangkan saf, sebagaimana diatur dalam diktum fatwa tersebut merupakan rukhshah (dispensasi) karena ada hajah syariyyah. Sementara hukum asal tata cara pelaksanaan shalat jamaah itu dilaksanakan dengan merapatkan shaf.

"Perkembangan kondisi terakhir, MUI menilai berdasarkan kebijakan pemerintah, status hajah syariyyah yang menyebabkan adanya rukhsah sudah hilang. Dengan demikian, pelaksanaan sholat jamaah dilaksanakan dengan kembali ke hukum asal ('azimah), yaitu dengan merapatkan dan meluruskan shaf (barisan)," ujarnya.

Buya Amirsyah menegaskan, meluruskan dan merapatkan shaf (barisan) pada sholat berjamaah merupakan keutamaan dan kesempurnaan berjamaah. Sekjen MUI ini mengatakan, mengacu pada Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaran Ibadah Dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19 dan melihat kondisi wabah Covid-19 yang terkendali.

Maka, berlaku ketentuan diktum 5 dalam Fatwa tersebut. Yaitu umat Islam wajib menyelenggarakan sholat Jumat dan boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak, seperti jamaah sholat lima waktu/ rawatib, sholat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim dengan tetap menjaga diri agar tidak terpapar Covid-19.

Buya Amirsyah menyampaikan, MUI mengimbau umat Islam untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, memperbanyak shalawat, sedekah, serta senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya (daf’u al-bala’), khususnya dari wabah COVID-19. Menyambut bulan Ramadhan, umat Islam diharapkan menyiapkan diri lahir dan batin dengan menjalankan berbagai syiar keagamaan.

"Pengajian dan aktivitas keagamaan lain yang biasa dilakukan di bulan Ramadhan seperti shalat Tarawih, tadarus Alquran, qiyamul lail, ifthar jamai dapat dilakukan dengan tetap disiplin menjaga kesehatan," ujar Buya Amirsyah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement