REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemprov Jabar menandatangani kesepakatan dengan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Menurut Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani, penandatanganan kerja sama dilakukan untuk memperkuat penanganan buruh migran.
Benny mengatakan, dengan adanya kerja sama ini maka bisa dipastikan proses migrasi aman. Serta, ada jaminan proteksi perlindungan dari sejak hulu. Bahkan, dari mulai di Desa sudah bisa memastikan kemana tujuan warganya yang akan bekerja ke luar negeri.
"Jabar yang pertama punya Perda Buruh Migran lalu diikuti oleh Sumbar, Bali, Jatim dan Jateng. Tapi kalau Jabar migran service center baru pertama ada di Jabar dan mudah-mudahan akan diikuti provinsi lain di Indonesia jadi percontohan," ujar Benny kepada wartawan, di Gedung Sate, Selasa (29/3)
Benny mengatakan, tanggung jawab penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) bukan hanya tanggung jawab pusat tapi juga daerah. Tapi provinsi, kabupaten/kota, bahkan desa.
Kerja sama ini, kata dia, dibuat untuk memastikan bahwa proses penempatan akan berlangsung secara baik dan benar. Selain itu, mereka yang ditempatkan adalah anak-anak bangsa yang memiliki kopetensi keterampilan.
Mereka, menguasai pekerjaan sesuai bidangnya. Serta yang penting kemampuan berbahasa asing. "Kita harus menyiapkan karena PMI wajah negara kita," katanya.
Jabar sendiri, kata dia, merupakan kantong ketiga PMI setelah Jatim dan Jateng. Daerah kantong penempatan terbesar, memiliki potensi pekerja ilegal yang tinggi. Jadi, harus memperkuat sinergi dan kolaborasi untuk menghadapi pekerja ilegal ini bersama-sama.
"Jabar, provinsi pertama yang mengeluarkan Perda pekerja migran dan serentak diikuti 5 kabupaten/kotanya. Apalagi, ada inspirasi Gubernur Pak Ridwan Kamil mantan pekerja migran. Ini akan memberikan spirit bahwa pekerja migran kehormatan bukan kehinaan dan tak sebagaimana persepsi publik yang buruk," paparnya.
Sementara Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengaku, pernah menjadi pekerja migran dan merasakan di PHK 2 kali tanpa perlindungan. Jadi, setelah menjadi pemimpin, dia menghadirkan migran center di Jabar.
"Saya pernah 2 kali di PHK tak dilindungi, pernah menerima bansos sebagai warga miskin kota di Newyork sampai melahirkan gratis saat statusnya menjadi pekerja migran," katanya.
Di momen-momen pengalaman hidup tersebut, Emil merasakan, negara tak hadir. Jadi hidup susahnya luar biasa. "Jadi, sekarang sebagai pemimpin tak mau mengulangi pengalaman itu. Saya memahami betul pahlawan devisa menghasilkan Rp 159 triliun devisa per tahun. Jadi, pekerja migran harus dilindungi," katanya.
Namun, kata dia, yang terjadi saat ini ada PMI yang pergi non prosedural. Seharunya, mereka masuk ke yang resmi agar bisa dilindungi dan ditracking.
"Jadi yang terkena kasus hukum jangan nunggu dl divonis baru ramai. Dunia luas bekerja di seluruh dunia silahkan tapi harus legal lewat Jabar migran service center," katanya.