Selasa 12 Apr 2022 12:34 WIB

Bacakan Eksepsi, Kasus Habib Bahar Dinilai Kental Muatan Politik 

Kuasa hukum berharap, persidangan tidak  menjadi target dari kepentingan politik. 

Rep: M Fauzi Ridwan/ Red: Agus Yulianto
Terdakwa Habib Bahar Bin Smith hadir pada sidang kasus dugaan penyebaran berita bohong di Pengadilan Negeri Bandung, Kota Bandung, Selasa (12/4/2022). Agenda sidang pembacaan eksepsi dari terdakwa dan kuasa hukum.
Foto: Republika/M Fauzi Ridwan
Terdakwa Habib Bahar Bin Smith hadir pada sidang kasus dugaan penyebaran berita bohong di Pengadilan Negeri Bandung, Kota Bandung, Selasa (12/4/2022). Agenda sidang pembacaan eksepsi dari terdakwa dan kuasa hukum.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kuasa hukum Habib Bahar Bin Smith menilai, dakwaan jaksa penuntut umum terkait kasus dugaan penyebaran berita bohong terhadap kliennya kental dengan muatan politik. Hal itu diungkapkan saat membacakan eksepsi atau nota keberatan pada sidang di Pengadilan Negeri Bandung, Kota Bandung, Selasa (12/4/2022).

Setelah membaca dakwaan penuntut umum, kuasa hukum yang dipimpin oleh Ichwan Tuankotta mengatakan, perlu menyampaikan nota keberatan demi penegakan hukum berkeadilan. Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan sarana untuk tercipta keadilan dan kepastian hukum.

"Namun hal ini jelas tidak terlihat dari surat dakwaan penuntut umum. Karena, dalam pembuatannya bukan atas dasar hasil investigasi namun lebih banyak didasarkan atas imajinasi, spekulasi, dan duplikasi serta kental akan muatan politik. Sehingga, secara umum yang terkesan adalah mengada-ngada," ujar kuasa hukum saat membacakan eksepsi.

Dia melanjutkan, pada pasal 1 ayat 3 undang-undang dasar 1945 amandemen ketiga menyatakan Indonesia adalah negara hukum. Konsekuensinya adalah harus dipatuhi dalam praktek pelaksanaan penegakan hukum.

Selain itu dalam konsep negara hukum, hubungan antara tiga cabang kekuasaan adalah saling mengontrol. Tugas kekuasaan yudikatif bukan hanya menjalankan proses hukum yang adil, tidak memihak, layak dan benar (due process of law) namun memastikan keadilan dan mengoreksi due process of law yang menyimpang yang dilakukan eksekutif.

"Bila kita kongkritkan dalam perkara a quo (tersebut), maka banyak sekali pelanggaran terhadap due process of law dan ketidakadilan dalam perkara a quo. Maka sudah sepatutnya majelis hakim dalam perkara a quo membatalkan perkara ini atau setidaknya membatalkan penerapan pasal-pasal akrobatik, aneh dan diluar nalar hukum dalam perkara ini," katanya.

Pihaknya berharap, persidangan tidak membuat Habib Bahar Bin Smith yang merupakan tokoh agama menjadi target dari kepentingan politik dari rezim. Dengan kekuasannya melakukan tekanan melalui hukum.

"Kami harapkan agar persidangan perkara ini tidak menjadikan Habib Bahar Bin Smith yang merupakan seorang tokoh agama sebagai target dari kepentingan-kepentingan non yuris dan kepentingan politik dari rezim dzalim yang dengan kekuasannya melakukan penjinakkan dengan instrumen hukum," katanya.

Sebelumnya, Habib Bahar Bin Smith terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong saat berceramah di Kabupaten Bandung akhir tahun 2021 didakwa telah menyebarkan berita bohong oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang di PN Bandung, Selasa (5/4/2022). Dia menyampaikan materi ceramah kepada kurang lebih 1.000 jamaah saat perayaan Maulid Nabi SAW. 

"Pengadilan Negeri Bandung berwenang memeriksa dan mengadili perkaranya yang  melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan atau menyiarkan suatu berita pemberitahuan yang dapat menyebabkan keonaran," ujar JPU Suharja membacakan dakwaan.

Dia dinilai melanggar pasal 14 ayat 1 undang-undang nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana. Selain itu pasal 28 ayat 2 junto 45A undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang berisi tentang berita bohong.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement