Jumat 15 Jul 2022 13:26 WIB

FPIPS UPI Gencar Sosialisikan Pengendalian Gratifikasi

Indeks Perspektif Korupsi Indonesia memiliki skor 38, dua poin di atas Thailand.

Rep: Arie Lukihardianti / Red: Agus Yulianto
Kuliah Umum dengan tema Sosialisasi Pengendalian Gratifikasi, Whistleblowing System dan Benturan Kepentingan di FPIPS UPI.
Foto: Istimewa
Kuliah Umum dengan tema Sosialisasi Pengendalian Gratifikasi, Whistleblowing System dan Benturan Kepentingan di FPIPS UPI.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) menyelenggarakan Kuliah Umum dengan tema Sosialisasi Pengendalian Gratifikasi, Whistleblowing System, dan Benturan Kepentingan di FPIPS UPI. FPIPS berkomitmen menghindari gratifikasi.

Menurut Dekan FPIPS, Prof Dr Agus Mulyana, MHum, kegiatan ini digelar fakultasnya sebagai salah satu lembaga dengan status menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK). Kegiatan ini, kata dia, dimulai dirintis oleh program studi Pendidikan IPS sejak tahun lalu. 

"Dimana agenda ini juga merupakan bagian dari rangkaian Zona Integritas dan sebagai satu pemahaman serta komitmen FPIPS sebagai Lembaga Wilayah Bebas Korupsi (WBK)," kata dia, Kamis (14/7/2022). 

Agus menjelaskan, FPIPS berkomitmen menghindari gratifikasi. Dalam perspektif sejarah, korupsi adalah budaya feodalis, karena dulu para bawahan harus "setor" kepada atasannya. 

"stilahnya Verplichte leverantie yang artinya Wajib setor dalam bahasa Belanda. Tentu ini bukan budaya yang baik," tegas dia.

Sementara menurut Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dr Ir Wawan Wardiana, Indeks Perspektif Korupsi (IPK) Indonesia memiliki skor 38, dua poin di atas Thailand. Thailand 36 poin, Malaysia 51 poin dan di ASEAN, Singapura mendapat skor tertinggi dengan 85 poin. 

"Skor IPK tinggi menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki risiko kejadian korupsi yang rendah. Sebaliknya, skor IPK rendah menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki risiko kejadian korupsi yang tinggi," katanya.

Menurut Wawan, saat ini, kasus yang paling banyak ditangani adalah kasus suap. "Orang Indonesia ini suka sekali memberi, kalau gak ngasih rasanya ada yang kurang," ujarnya.

Sehingga, dalam ranah birokrasi pemberian seperti ini sering diiringi maksud tertentu. Setelah itu, biasanya muncul kesepakatan-kesepakatan. "Wajar saja hari ini kami pun juga banyak menangani kasus suap," papar Wawan.

Menurutnya, gratifikasi ini akar dari korupsi. Makanya, harus menghindari gratifikasi biar gak memunculkan konflik dan diskriminasi. 

Dalam kuliahnya Wawan juga mengingatkan mahasiswa bahwa terlambat, titip absen, mencontek, plagiat, mark-up uang kuliah, membuat proposal palsu, dan penyalahgunaan dana beasiswa termasuk dalam perilaku koruptif.

Dia juga menyampaikan, perguruan tinggi bisa berperan dalam pencegahan korupsi melalui peran civitas akademikanya. Di antaranya terdapat tiga langkah yang bisa dilakukan. Yaitu edukasi, yang diwujudkan dalam penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi sebagai mata kuliah mandiri atau terintegrasi dalam mata kuliah yang relevan. 

Kedua membangun ekosistem, yakni dengan pembangunan integritas ekosistem pendidikan yang mendukung habituasi, keteladanan, dan pengalaman integritas. Ketiga dengan aksi integritas melalui peran aktif dalam gerakan antikorupsi melalui Tridharma Perguruan Tinggi seperti pengawasan, kajian, advokasi, penyuluhan, kampanye dan gerakan lainnya yang mendukung aksi integritas. 

Menurut dosen perwakilan program studi Pendidikan IPS, Muhamad Iqbal SPd MSi, kegiatan kuliah umum tersebut akan di tindak lanjuti dengan perumusan perjanjian kerja sama antara Prodi Pendidikan IPS dengan KPK untuk kepentingan sertifikasi penyuluh anti korupsi bagi lulusan IPS, kajian inserso materi anti korupsi di pelajaran IPS, dan pengembangan media. Serta, metode pembelajaran IPS berbasis anti korupsi yang diselaraskan dengan kurikulum merdeka belajar. 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement