Kamis 21 Jul 2022 16:23 WIB

Korban Perundungan, Bocah di Tasikmalaya Meninggal Diduga karena Depresi

Adanya korban jiwa akibat perundungan itu tidak bisa disepelekan.

Rep: Bayu Adji P / Red: Agus Yulianto
Ilustrasi Bullying
Foto: Foto : MgRol_93
Ilustrasi Bullying

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Seorang anak berusia 11 tahun di Kabupaten Tasikmalaya diduga meninggal dunia diduga akibat depresi. Anak itu diduga depresi karena menjadi korban perundungan (bullying) oleh teman-temannya.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, mengatakan, pihaknya mendapat laporan terkait viralnya video tidak senonoh yang tersebar di media sosial. Setelah didalami, anak dalam video itu merupakan warga salah satu wilayah kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya.

"Dalam video itu, kami menemukan ada seorang anak yang diduga dipaksa untuk menyetubuhi kucing, sambil direkam, dan kemudian disebar," kata dia saat dikonfirmasi Republika, Kamis (21/7/2022).

Setelah video itu tersebar, korban mengalami penurunan kesehatan dan psikis. Keluarga korban kemudian membawa yang bersangkutan ke Rumah Sakit (RS) Singaparna Medika Citrautama pada Jumat (15/7/2022). Namun, korban meninggal dunia pada Ahad (17/7/2022) malam.

Ato mengatakan, KPAID Kabupaten Tasikmalaya kemudian melakukan pendalaman terkait kasus itu. Dari gejala yang dialami, menurut dia, diduga korban meninggal akibat depresi.

"Kami belum bisa memastikan itu, karena harus ada pemeriksaan ahli. Tapi dari gejalanya, diduga akibat unsur bullying," kata dia.

Dia menjelaskan, berdasarkan hasil pendalaman yang dilakukan KPAID, peristiwa itu diduga terjadi pada akhir Juni di lingkungan sekitar rumah anak. Diduga terdapat empat orang temannya, yang juga masih berusia anak, yang melakukan perundungan kepada korban.

"Ananda korban ini memang mengalami keterlambatan dalam proses tumbuh kembangnya, sehingga memicu perundungan," kata dia.

Ato mengatakan, saat ini, pihaknya masih fokus melakukan pemulihan kondisi psikis keluarga. Sebab, diduga kondisi psikis keluarga juga terganggu akibat kejadian itu.

KPAID juga berencana melaporkan kasus itu kepada aparat kepolisian. Pelaporan itu dilakukan untuk menindaklanjuti kasus.

"Tindak lanjut ini bukan berarti harus proses hukum, melainkan proses edukasi yang lebih baik. Soalnya terduga pelaku masih anak-anak. Karena itu, kami akan melakukan pendampingan kepada terduga pelaku," kata dia.

KPAID Kabupaten Tasikmalaya juga akan mengomunikasi dengan berbagai pihak untuk bisa melakukan edukasi kepada anak dengan lebih masif. Sebab, adanya korban jiwa akibat perundungan itu tidak bisa disepelekan.

"Kami juga mengimbau orang tua untuk selalu melindungi anaknya. Kami juga minya orang tua hadi figur dan update kondisi hari ini, sehingga kita bisa memahami dunia anak," kata dia.

Ketia Harian Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Tasikmalaya, An'an Yuliati, mengatakan, pihaknya mengaku prihatin dengan peristiwa tersebut. P2TP2A Kabupaten Tasikmalaya akan terus melakukan pendampingan kepada keluarga korban yang mungkin mengalami masalah psikis akibat peristiwa itu.

Menurut dia, kasus yang meninpa anak berusia 11 tahun itu sebenarnya sudah diselesaikan secara kekeluargaan bersama petugas rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) setempat.

Yang masuk ke data kita ada tiga kasus perundungan dan semuanya sudah kami tangani, baik secara hukum dan pemulihan. "Namun kebetulan anaknya meninggal, kita prihatin. Dan ini perlu ada tindak lanjut," kata dia.

Dia menambahkan, dalam waktu dekat, pihaknya akan melakukan rehabilitasi kepada para pelaku agar tak mengulangi perbuatan tersebut. Selain itu, pihaknya juga akan memberikan pemahaman kepada para orang tua agar dapat mengedukasi dan mengawasi anaknya.

"Ini kemungkinan seperti fenomena gunung es, masih banyak terjadi tapi belum diketahui. Kami akan terus berkoordinasi dengan sekolah dan desa untuk mengatasi masalah ini," kata An'an.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement