Senin 08 Aug 2022 15:54 WIB

Panen Meluas, Harga Gabah Justru Makin Naik

Meski semakin meluas, namun masih banyak kecamatan lainnya yang belum panen.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Agus Yulianto
Petani memanen padi di areal sawah desa Pabean Udik, Indramayu, Jawa Barat.
Foto: ANTARA/Dedhez Anggara
Petani memanen padi di areal sawah desa Pabean Udik, Indramayu, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Panen padi musim gadu (kemarau) 2022 di Kabupaten Indramayu semakin meluas. Meski hal itu membuat stok gabah di lapangan jadi lebih banyak, namun harganya justru mengalami kenaikan.

Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Indramayu, Sutatang, menyebutkan, luas areal sawah yang sudah panen di Kabupaten Indramayu mencapai sekitar 23 ribu hektare. Panen tersebut menyebar di sejumlah kecamatan. "Panen sekarang sudah semakin meluas," kata dia kepada Republika, Senin (8/8).

Sutatang menyebutkan, sejumlah kecamatan yang telah panen di antaranya Kecamatan Gantar, Haurgeulis, Kroya, Gabuswetan, Terisi, Juntiyuat, Sindang dan Pasekan. Meski semakin meluas, namun masih banyak kecamatan lainnya yang belum panen.

"Panen masih akan terus berlangsung. Puncaknya sekitar akhir Agustus sampai awal September," kata Sutatang.

Sutatang mengungkapkan, meski panen kini semakin meluas, namun harga gabah di tingkat petani justru semakin naik. Dia menyebutkan, harga gabah kering panen (GKP) saat ini di kisaran Rp 5.100 – Rp 5.500 per kilogram.

Saat masa panen baru dimulai pada pekan kedua Juli 2022, harga GKP justru hanya di kisaran Rp 4.500 per kilogram sampai Rp 4.800 per kilogram. Harga tersebut dinilai sedang untuk ukuran panen perdana. "Semakin banyak yang panen, sekarang harga gabah malah semakin naik," ucap Sutatang.

Dia memperkirakan, kenaikan harga gabah saat ini salah satunya kemungkinan dipicu prediksi bakal adanya krisis pangan global pada 2023 mendatang. Prediksi tersebut akhirnya mendongkrak harga gabah saat ini.

Selain itu, lanjut Sutatang, naiknya harga gabah di Kabupaten Indramayu juga kemungkinan akibat anjloknya hasil panen di daerah lain. Dari informasi yang diterimanya, produksi panen di daerah Kabupaten Subang ada yang hanya tiga ton per hektare.

Sutatang menambahkan, harga gabah hasil panen gadu memang biasanya lebih tinggi dibandingkan panen rendeng (penghujan). Pasalnya, rentang waktu antara panen gadu dan permulaan tanam rendeng berikutnya cukup lama.

Sementara itu, berbeda dengan petani yang sumringah karena harga gabah naik, pengepul gabah justru dibuat ketar-ketir. Pasalnya, mereka tidak sanggup membeli gabah dalam jumlah banyak.

"Sekarang mah paling beli satu ton atau dua ton. Partai kecil," kata salah seorang pengepul gabah, Subakir.

Subakir menyebutkan, harga gabah kering panen saat ini ada di kisaran Rp 5.000 – Rp 5.500 per kilogram. Padahal sebelumnya, paling tinggi hanya Rp 4.800 per kilogram.

Subakir mengatakan, naiknya harga gabah karena saat ini komoditas tersebut menjadi rebutan. Menurutnya, para bandar besar berani membayar mahal gabah dari petani untuk memasok pabrik penggilingan beras. 

"Produksi di pabrik penggilingan beras sekarang lagi digenjot untuk memenuhi permintaan beras dari luar daerah," kata Subakir.

Di sisi lain, musim panen padi gadu saat ini masih belum merata. Hal itu akibat tidak meratanya permulaan masa tanam seiring perbedaan kondisi pengairan di masing-masing daerah. Panen di Kabupaten Indramayu sekarang ini baru berlangsung di beberapa wilayah kecamatan. 

"Habis dari wilayah selatan, kini panen padi bergeser ke wilayah timur. Untuk wilayah utara dan barat belum masuk panen. Kalau panennya merata, harga gabah biasanya jatuh karena stoknya kan melimpah," kata Subakir.

Subakir yang juga berjualan beras mengaku berusaha membuat harga beras tidak melonjak karena melihat kondisi daya beli masyarakat. Namun, dia mengaku, tidak bisa menjamin harga beras akan terus stabil karena harga beras biasanya akan mengikuti harga gabah. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement