Selasa 16 Aug 2022 03:38 WIB

Pertalite Jadi Rp 10 Ribu per Liter

Kenaikan yang lebih dari Rp 2.000 per liter akan langsung berpengaruh pada inflasi. 

Rep: Intan Pratiwi / Red: Agus Yulianto
Petugas melayani warga mengisi bensin Pertalite di Jakarta. Kementerian Keuangan meminta PT Pertamina (Persero) untuk mengendalikan BBM subsidi jenis Pertalite agar tidak semakin membebani APBN. Tercatat hingga Juli 2022 bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite sudah disalurkan 16,8 juta kiloliter dari kuota 23 juta kiloliter. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas melayani warga mengisi bensin Pertalite di Jakarta. Kementerian Keuangan meminta PT Pertamina (Persero) untuk mengendalikan BBM subsidi jenis Pertalite agar tidak semakin membebani APBN. Tercatat hingga Juli 2022 bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite sudah disalurkan 16,8 juta kiloliter dari kuota 23 juta kiloliter. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana akan membanderol harga jual Pertalite sebesar Rp 10 ribu per liter. Kenaikan harga minyak dunia dan kondisi APBN yang tak lagi mampu menanggung subsidi, menjadi dalihnya.

Namun, kebijakan ini akan sangat berdampak pada inflasi. Direktur Eksekutif CORE Indonesia Muhammad Faisal menilai, dengan kenaikan yang lebih dari Rp 2.000 per liter akan langsung berpengaruh pada inflasi dan juga menggerus daya beli masyarakat.

"Dampaknya ke inflasi akan sangat signifikan. Jika pemerintah mentargetkan inflasi di angka 4-5 persen, dengan kenaikan Pertalite inflasi bisa menembus 6-7 persen," ujar Faisal kepada Republika, Senin (15/8).

Faisal juga menilai seharusnya kebijakan menaikan harga Pertalite ini tak diambil pemerintah. Sebab, menurut Faisal, APBN masih sangat cukup menambal subsidi, meskipun ada proyeksi kenaikan besaran subsidi.

Faisal mencatat APBN semester satu tahun ini surplus Rp 73 triliun. Lebih baik dibandingkan kondisi tahun lalu yang defisit Rp 270 triliun. Tahun ini, target defisit APBN sebesar 4,85 persen. Namun dengan kondisi kenaikan harga komoditas yang menambah windfall profit defisit APBN diturunkan jadi 3,9 persen.

"Sebetulnya ruang APBN utk menambah subsidi masih ada. Kalau kemudian ada opsi menambah kuota subsidi, maka beban belanja subsidi akan bertambah, BBM khususnya. Tapi ini tidak lantas membuat APBN defisitnya melewati target," ujar Faisal.

Kalaupun masyarakat harus menelan pil pahit kenaikan harga Pertalite, maka menurut Faisal mestinya ini tidak dipukul rata. Menurut dia, pemerintah tetap harus memilih kelompok rentan untuk dilindungi.

"Kalaupun naik semestinya jangan pukul rata, setidaknya dibedakan untuk sepedah motor, angkutan umum maupun angkutan barang," ujar Faisal.

Jika tidak adanya jaring pelindung ini, maka menurut Faisal daya beli masyarakat akan sangat terpengaruh. Dampaknya, akan memperburuk pertumbuhan ekonomi. Sebab, dengan kenaikan harga BBM, maka akan berdampak langsung pada inflasi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement