Senin 29 Aug 2022 12:56 WIB

FAGI Nilai Penghapusan Frasa Tunjangan Profesi Guru Bentuk Kepanikan

Ada dua solusi alternatif terkait polemik yang disampaikan FAGI.

Rep: M Fauzi Ridwan/ Red: Agus Yulianto
Tuntut TPG TK: Sejumlah guru TK non PNS melakukan aksi unjuk rasa menuntut pencairan penuh tunjangan profesi guru (TPG) di depan Gedung DPRD Jabar, Kota Bandung. (Ilustrasi)
Foto: Republika/Septianjar Muharam
Tuntut TPG TK: Sejumlah guru TK non PNS melakukan aksi unjuk rasa menuntut pencairan penuh tunjangan profesi guru (TPG) di depan Gedung DPRD Jabar, Kota Bandung. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) Jawa Barat menilai penghapusan frasa tunjangan profesi guru (TFG) di dalam RUU Sisdiknas sebagai bentuk kepanikan pemerintah. Sebab, anggaran yang diperlukan untuk tunjangan profesi guru sangat besar.

Ketua FAGI Jabar Iwan Hermawan mengatakan, frasa tunjangan profesi guru yang tidak termuat di dalam RUU Sisdiknas sebagai bentuk kepanikan pemerintah. Dia mengatakan, jumlah lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) banyak yang berdampak kepada jumlah lulusan guru banyak.

"Ketika ada kebijakan pemerintah menghilangkan tunjangan profesi guru maka akhirnya pemerintah mau tidak mau harus membayar profesi guru tersebut yang pada saat ini mencapai Rp 70 triliun dan tahun 2024 bisa mencapai Rp 90 triliun bentuk kepanikan dan dianggap membahayakan," ujarnya saat dikonfirmasi, Senin (29/8/2022).

Dia mengatakan, saat ini, LPTK-LPTK muncul di berbagai wilayah dan pelosok dan lulusan guru yang banyak. Selain itu, jumlah mata pelajaran dan jam pelajaran yang banyak turut memerlukan guru yang banyak.

Iwan melanjutkan, alokasi anggaran 20 persen untuk pendidikan termasuk di antaranya belanja pegawai salah satunya membayar tunjangan profesi guru. Dia menilai, kepanikan pemerintah diwujudkan melalui rencana penghapusan tunjangan tersebut.

"Rasa panik pemerintah untuk mengejar TPG dicoba dibuat strategi dengan ada rencana penghapusan bagi guru ke depan, bagi guru yang dapat TPG selama ini tidak dihentikan namun tetap penghasilan guru sekurang-kurangnya sesuai kebutuhan hidup minimun, di atas UMR," katanya.

Pihaknya memberikan dua solusi alternatif terkait polemik tersebut yaitu pemerintah dapat menghentikan tunjangan profesi guru bagi pengangkatan guru baru ke depan. Atau pemerintah membubarkan LPTK abal-abal.

"Yang penting reduksi mata pelajaran dan kurangi jumlah jam pelajaran sehingga tidak terlalu banyak membutuhkan guru di Indonesia. Dengan jumlah mata pelajaran dan jam pelajaran sedikit, guru sedikit maka akan terjamin. Di luar negeri gaji guru gede karena guru tidak sebanyak di Indonesia," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement