Selasa 04 Oct 2022 12:46 WIB

MA-KemenPPPA Kerja Sama Perketat Dispensasi Kawin

Kenaikan dispensasi kawin sebagian disebabkan usia batas kawin dari 16 ke 19 tahun. 

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Sekretaris Menteri Kemen-PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu usai konferensi pers, di Kantor Kemen-PPPA, Kamis (11/4).
Foto: Republika/Inas Widyanuratikah
Sekretaris Menteri Kemen-PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu usai konferensi pers, di Kantor Kemen-PPPA, Kamis (11/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung (Badilag MA) mencatat peningkatan kasus pengajuan dispensasi kawin. Peningkatan ini dinilai, perlu disikapi dengan pengetatan dispensasi kawin. 

Badilag MA mendapati pada 2019 terdapat 25.280 kasus pengajuan dispensasi kawin. Kemudian pada 2020, angka ini melonjak hingga 65.301 kasus, dan pada 2021 angkanya masih tinggi dengan jumlah 63.350 kasus. 

Kenaikan ini, menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) disebabkan perubahan regulasi. "Artinya, terdapat peningkatan sekitar 300 persen. Kenaikan dispensasi kawin ini sebagian disebabkan usia batas kawin yang tadinya 16 tahun bagi perempuan menjadi 19 tahun sesuai Undang - Undang No. 16 Tahun 2019 tentang perubahan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan," kata Sekretaris KemenPPPA, Pribudiarta Nur Sitepu dalam keterangannya, Selasa (4/10). 

 

photo
Ilustrasi Pernikahan Dini - (Pixabay)

 

Pribudiarta menyatakan, fenomena ini tidak bisa dianggap permasalahan biasa saja. Hal ini mengingat banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan, seperti perceraian, anak dengan pengasuhan tidak layak, kematian ibu melahirkan, dan menyebabkan stunting karena ibunya masih usia anak belum bisa mentransfer kemampuan dalam membangun tumbuh kembang anak dengan baik.

"Perlindungan perempuan dan anak terkait dispensasi kawin masih menjadi isu nasional yang perlu mendapatkan perhatian," ucap Pribudiarta. 

Oleh karena itu, KemenPPPA menandatangani nota kesepahaman atau perjanjian kerjasama dengan Badilag MA terkait Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Dispensasi Kawin dan Perceraian. Dirjen Badilag MA Aco Nur mengajak KemenPPPA untuk memikirkan bagaimana strategi yang baik menangani permasalahan yang timbul di masyarakat. 

"Kalau kita biarkan anak-anak melakukan perkawinan di bawah umur, maka akan menghasilkan anak yang struktur fisik dan kemampuan pola pikirnya kurang. Apabila saat ini kita tidak berbuat sedikitpun, maka 20 tahun ke depan akan berdampak pada regenerasi bangsa," ujar Aco. 

Adapun beberapa butir aksi kinerja dalam pelaksanan perjanjian kerja sama ini. Yaitu pertama : 421 satuan kerja Pengadilan Agama di seluruh Indonesia mempunyai kebijakan tidak akan menerima permohonan pengajuan dispensasi kawin, apabila tidak ada rekomendasi dari Dinas yang mempunyai urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten/Kota dari layanan PUSPAGA (Pusat Pembelajaran Keluarga)/UPT PPA (Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak)/P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak). Dengan rekomendasi, pemohon dispensasi kawin akan mendapatkan konseling dari psikolog/konselor, untuk menunda/membatalkan perkawinan yang masih usia anak. 

Kedua, 421 satuan kerja Pengadilan Agama di seluruh Indonesia mempunyai putusan pasca perceraian yang memastikan pemenuhan hak dan perlindungan bagi perempuan dan anak; dan ketiga, menyusun dan publikasi data terpilah pengajuan permohonan dispensasi kawin serta data perceraian berdasarkan usia dan pendidikan. Dengan data terpilah, intervensi akan lebih tepat sasaran, terutama usia kawin di bawah 18 tahun. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement