Jumat 04 Nov 2022 14:16 WIB

ART Asal Garut Korban Penyiksaan Majikan Masih Trauma

Penyiksaan menyebabkan mata Rohimah menjadi merah-lebam dan sekujur tumbunya membiru.

Rep: Bayu Adji P / Red: Agus Yulianto
Rohimah (pakai masker) beristirahat di rumah orang tuanya di Desa Pangeureunan, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut, Kamis (3/11/2022). Perempuan itu merupakan ART korban penyiksaan majikannya saat bekerja di Kabupaten Bandung Barat, beberapa waktu lalu.
Foto: Republika/Bayu Adji P
Rohimah (pakai masker) beristirahat di rumah orang tuanya di Desa Pangeureunan, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut, Kamis (3/11/2022). Perempuan itu merupakan ART korban penyiksaan majikannya saat bekerja di Kabupaten Bandung Barat, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Bekas luka di bagian bawah kedua mata Rohimah masih terlihat jelas pada Kamis (3/11/2022). Memar berwarna biru itu menunjukkan, bekas pukulan yang dilakukan mantan majikannya saat bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) di Desa Cilame, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat.

Saat ini, Rohimah tinggal di rumah orang tuanya, Deda Pangeureunan, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut. Dia lebih banyak beristirahat di lantai rumah itu dengan beralaskan kasur.

Sejak kepulangannya ke Kabupaten Garut pada Rabu (2/11/2022), banyak orang datang rumahnya, baik dari kerabat, tetangga, hingga pemerintah. Namun, kedatangan banyak orang itu justru membuat perempuan berusia 29 tahun itu sulit untuk beristirahat.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Kabupaten Garut, Yayan Waryana, meminta Rohimah untuk sementara beristirahat. Tak usah mengingat penyiksaan yang dialaminya.

"Tidak usah ingat kejadian kemarin. Istirahat saja dulu," kata Yayan depan Rohimah dan keluarganya.

Rohimah itu hanya mengiyakan perkataan Yayan dengan singkat. Setelah itu, dia lebih banyak terdiam. Hanya anak perempuannya yang masih berusia 8 tahun, yang bisa membuat Rohimah sesekali tersenyum.

Rohimah lebih banyak duduk di atas kasurnya. Sebab, kepala bagian belakangnya masih sakit akibat dilempar teflon oleh majikannya.

"Sudah diperiksa kemarin, katanya tidak apa-apa. Tapi masih sakit," kata Rohimah.

Dia juga sempat ditawarkan untuk tinggal di rumah aman milik Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut agar bisa melewati proses pemulihan dengan optimal. Perempuan itu mengiyakan, tapi masih akan membicarakannya dengan keluarganya.

"Iya, nanti dibicarakan lagi sama keluarga," ujar perempuan itu.

Saat ini, dia masih dalam masa pemulihan, baik fisik maupun mental. Dia masih belum memikirkan mengenai masa depannya. Namun, ia mengaku sudah tidak mau kembali bekerja menjadi ART. "Tidak mau," ujar Rohimah.

Paman Rohimah, Kamil (49 tahun), mengatakan, keponakannya itu baru kembali pulang ke rumah orang tuanya para Rabu sekitar pukul 14.00 WIB. Sebelumnya, Rohimah harus dirawat di salah satu Rumah Sakit Sartika Asih, Bandung.

"Kemarin baru pulang ke sini. Keluhan masih sakit, mata masih memar, kepala pusing, serta punggung dan lengan juga pada biru," kata dia.

Ketika itu, bukan hanya bagian bawah kedua mata Rohimah yang memar. Mata Rohimah juga masih terlihat memerah.

Menurut dia, saat ini Rohimah masih belum bisa istirahat dengan tenang. Pasalnya, masih banyak tamu yang berdatangan ke rumah keluarganya itu.

"Sekarang kurang bisa istirahat, banyak tamu terus. Saya juga maunya korban istirahat," kata dia.

Kamil mengatakan, pihak keluarga sama sekali tak mengetahui penyiksaan yang dialami Rohimah. Keluarga baru tahu setelah ramai pemberitaan.

Mendapat kabar itu, Kamil yang rumahnya berada di kampung yang berbeda langsung menghampiri rumah keluarganya. Ketika itu, kakak kandung Rohimah sudah langsung berangkat ke Bandung untuk melihat korban.

"Saya langsung susul, saya cari rumah majikannya di Ngamprah. Tapi saya ke sana, pelaku sudah ditahan. Saya mau ketemu sama pelakunya langsung. Tapi tidak boleh sama polisi," ujar dia.

Kamil menjelaskan, keponakannya itu telah bekerja selama lima bulan di majikannya itu. Selama bekerja di sana, keponakannya itu masih sempat memberi kabar dalam dua bulan pertama.

Dia mengatakan, pada bulan pertama setelah bekerja, Rohimah masih mengirimkan uang sebesar Rp 1,5 juta kepada orang tuanya. Sementara pada bulan kedua, uang yang dikirimkan Rohimah berkurang menjadi Rp 800 ribu.

"Padahal dulu pertama kerja dijanjikan dapat gaji Rp 2 juta," ujar Kamil.

Setelah bulan kedua bekerja, menurut Kamil, pihak keluarga putus kontak dengan Rohimah. Setelah itu, keluarga kaget karena muncul pemberitaan penyiksaan kepada keponakannya.

Kamil menjelaskan, Rohimah telah bekerja sebagai ART sejak bercerai dengan suaminya sekitar 8 tahun lalu. Ia mau tak mau harus bekerja untuk menghidupi anaknya, yang dititipkan kepada orang tua Rohimah.

"Sebelum di Bandung, pernah (jadi ART) di Limbangan, Bandung juga pernah," kata dia.

Namun, kisah Rohimah sebagai ART harus berakhir dengan tragis. Perempuan itu harus menjadi korban penyiksaan dua majikannya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement