REPUBLIKA.CO.ID, CIAMIS -- Generasi toleran menjadi sangat dibutuhkan untuk negeri ini. Harapan itulah yang memicu Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Barat (Jabar) menggelorakan nilai toleransi di sekolah-sekolah. Salah satunya di SMAN 1 Kawali, Kabupaten Ciamis.
Di sekolah itu, siswanya diajarkan bertoleransi dalam kegiatan sehari-hari, terutama di ruang lingkup sekolahnya. Terciptanya rasa aman, damai, tenteram bagi seluruh komponen sekolah menjadi pintu dasar sekolah ini dalam memberikan pendidikan toleransi.
SMAN 1 Kawali sempat mendeklarasikan diri sebagai sekolah toleransi dan anti-hoaks. Tujuannya agar gerakan itu menular ke sekolah lain. Deklarasi Sekolah Toleransi di SMAN 1 Kawali itu diresmikan langsung oleh Gubernur Jabar Ridwan Kamil pada Oktober 2022.
Kepala Sekolah SMAN 1 Kawali Beben Hemara mengatakan, pendidikan bertoleransi memang harus ditanamkan sejak dini, apalagi kepada anak-anak remaja. Jajaran sekolah telah menyepakati untuk mendidik siswa dan siswinya agar bisa melakukan dan mengenal segala bentuk kegiatan dengan cara bertoleransi.
"Dengan begitu, kami pun mendeklarasikan SMAN 1 Kawali ini sebagai sekolah toleransi dan anti hoaks," tuturnya.
Sekolah yang dimaksud dalam hal ini tentunya memiliki beberapa dasar dari harapan para guru untuk melahirkan generasi emas yang unggul, salah satunya dengan paham toleransi.
Guru-guru di SMAN 1 Kawali mendeklarasikan sekolah toleransi dan anti-hoaks dengan berbagai poin-poin dasar. Poin utama, pihaknya mengatakan, siswa dan siswi diajarkan bertoleransi sesuai landasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Kemudian, pihak guru dalam mendidik para siswanya bertoleransi agar bisa mencermati atau menolak segala bentuk bohong/hoaks yang dampaknya menimbulkan rasa kebencian, permusuhan berlatar belakang suku, agama, ras, antargolongan (SARA).
Di sekolah toleransi dan anti-hoaks, guru-guru juga memberikan agar anak-anak mampu meningkatkan kemampuan literasi dan pembelajarannya. Adapun poin pendidikan lainnya, peserta didik di SMAN 1 Kawali memberikan pembelajaran untuk meningkatkan sikap tanggap terhadap kondisi lingkungan sosial masyarakat.
Lalu anak didik juga diajarkan meningkatkan sikap dan pola hidup sehat, dengan menjauhi minuman keras, narkoba, dan pergaulan bebas. Terakhir, kata Beben, pembelajaran di sekolah toleransi dan anti-hoaks ini mengajak anak didik agar mau bersama-sama dengan masyarakat lainnya untuk berperan aktif menyebar sikap toleransi dan menggunakan media sosial.
Kepala Kantor Cabang Dinas Pendidikan (Cadisdik) Wilayah XIII Jabar Hendra mengatakan, dengan cara dideklarasikan ini, maka siswa akan mengingat bagaimana menjaga toleransi minimal di sekolah terlebih dulu, yang kemudian diterapkan di masyarakat.
‘’Saya harap toleransi ini bukan hanya diterapkan di sekolah, akan tetapi juga di masyarakat. Bahkan siswa harus bisa mengajak masyarakat menjaga toleransi,’’ tambahnya.
Kepala Disdik Provinsi Jabar Dedi Supandi menjelaskan, deklarasi toleransi adalah salah satu pembentukan karakter siswa. Karena, lanjut dia, siswa yang berjiwa nasionalisme akan memiliki imunitas terhadap isu intoleransi.
‘’Usia pelajar ini sangat rentan untuk dimasuki isu intoleransi. Untuk itu harus ditanamkan dari sekarang soal toleransi ini,’’ tutur dia.
Menurut Dedi, mengutip dari Bung Karno pada 1 Juni 1945, "Kita mendirikan suatu negara, negara kebangsaan Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua".
Untuk itu, tegas Dedi, semua pihak wajib menghormati setiap warga negara Indonesia, dengan tidak memandang agama, etnik, ataupun golongannya. Prinsip kebinekaan mewajibkan semua pihak untuk menanggalkan kepentingan pribadi atau golongan dan memosisikan urusan bangsa sebagai prioritas tertinggi.
Dedi berharap gerakan toleransi dan anti-hoaks bisa dilakukan di semua sekolah di Jawa Barat, termasuk masyarakatnya. Kata dia, siswa harus menjadi ujung tombak toleransi dalam mencegah berbagai potensi perpecahan.