REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengungkapkan bahwa praktik politik uang kini semakin banyak ragam bentuknya. Salah satunya adalah politik uang menggunakan sarana dompet digital atau e-wallet.
Komisioner Bawaslu RI Lolly Suhenty mengatakan, praktik politik uang menggunakan e-wallet ini berpotensi terjadi saat gelaran Pemilu 2024. Karena itu, pihaknya telah membahas dan akan memasukkan persoalan ini ke dalam Indeks Kerawanan Pemilu 2024.
"Selain disinformasi, digitalisasi juga memunculkan ruang untuk berbagai modus operandi politik uang. Ini menjadi salah satu bagian dalam kerawanan digitalisasi," kata Lolly kepada wartawan, Selasa (29/11).
Di sisi lain, pihaknya kini juga tengah menyusun cara mengantisipasi praktik politik uang di ranah digital itu. Bawaslu berencana bekerja sama dengan sejumlah pihak untuk mencegah maupun menindak praktik culas itu, mengingat kewenangan Bawaslu terbatas.
Selain itu, lanjut dia, Bawaslu juga tengah menyiapkan regulasi untuk menjadi dasar dalam penindakan dan pencegahan praktik politik uang secara digital ini. Regulasi itu dalam bentuk surat keputusan atau surat edaran Bawaslu yang posisinya sebagai turunan dari Peraturan Bawaslu Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pengawasan Pemilu.
Regulasi turunan itu, kata dia, akan dibuat setalah Indeks Kerawanan Pemilu 2024 diluncurkan secara resmi. Rencananya, Bawaslu akan merilis Indeks Kerawanan Pemilu 2024 pada awal 2023 mendatang.
Lolly menambahkan, pihaknya kini juga sedang menyempurnakan Rancangan Peraturan Bawaslu tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). "Rancangan Perbawaslu itu kini sedang kami sempurnakan, salah satunya soal kemandirian Bawaslu memproses tindak pidana pemilu, wabil khusus politik uang," ujar Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI itu.