Selasa 20 Dec 2022 06:05 WIB

Selama 2022, Indonesia Ketambahan 2,2 Juta Keluarga Baru

Dengan adanya penambahan baru, maka  jumlah keluarga menjadi 70.759.056 keluarga.

Rep: Amri Amrullah / Red: Agus Yulianto
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo.
Foto: istimewa
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) telah menyelesaikan Pemutakhiran Pendataan Keluarga 2021 (PK-21) Tahun 2022. Dalam jangka waktu setahun di 2022, jumlah keluarga Indonesia bertambah sebanyak 2.271.917 keluarga.

Pada PK-21 jumlah keluarga di Indonesia tercatat sebanyak 68.487.139 keluarga. Dari hasil Pemutakhiran PK-21 tahun 2022 yang berlangsung dari bulan September hingga November 2022, ada penambahan jumlah keluarga menjadi 70.759.056 keluarga.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan, BKKBN berhasil memutakhirkan 35.309.446 dari 68.487.139 data keluarga Indonesia. Pemutakhiran data itu merupakan hasil Pendataan Keluarga tahun 2021 (PK-21) dalam Pemutakhiran PK-21 Tahun 2022.

“Produk data mikro hasil pemutakhiran pendataan keluarga ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai rujukan intervensi operasional di lapangan," kata Hasto, Senin (19/12/2022).

Data hasil pemutakhiran ini, lanjut dia, akan memberi keyakinan bahwa program yang dirancang dapat ter-deliver secara cepat dan tepat pada keluarga yang membutuhkan. Ia mengapresiasi kerja tim di BKKBN yang berhasil memutakhirkan 35.309.446 dari 68.487.139 Data Keluarga Indonesia dalam pemutakhiran PK-21 tersebut.

"Pendataan keluarga dan pemutakhirannya memuat data by name by address yang dilengkapi dengan informasi karakteristik sosial ekonomi," ujarnya.

Hasto menjelaskan, pemutakhiran pendataan keluarga memiliki tiga tujuan. Pertama meningkatkan cakupan dan kualitas data keluarga by name by address hasil pendataan keluarga 2021.

Kedua, menyediakan data operasional di lini lapangan, serta data perhitungan indikator kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga. Ketiga, kepentingan perencanaan dan pengambilan kebijakan, termasuk penghapusan kemiskinan ekstrem dan percepatan penurunan stunting.

Selain itu, kata Hasto, atas koordinasi Kemenko PMK bersama Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Setwapres, Kementerian Dalam Negeri dan BPS, telah dilakukan pemeringkatan tingkat kesejahteraan dari desil 1 hingga 10. Disisi lain, pendataan keluarga juga dapat memberikan informasi peta keluarga-keluarga berisiko stunting.

“Persoalan kemiskinan ekstrem dan stunting tentunya saling berkaitan. Dari data P3KE tercatat bahwa diantara 6,6 juta keluarga yang berada pada 10 persen pendapatan terbawah atau desil 1 sekitar 4,9 juta adalah keluarga sasaran. Dimana 3,9 jutanya merupakan keluarga berisiko stunting atau 80 persen dari keluarga sasaran desil satu,” ujar Hasto.

Dari data hasil PK-21, telah dilakukan intervensi terhadap 55.749 keluarga pada desil 1-4 yang tidak memiliki rumah tidak layak huni. Dan 32.059 keluarga diantaranya atau 57,5 persen merupakan sasaran keluarga berisiko stunting.

“Berdasarkan data P3KE, dapat teridentifikasi bahwa dari 3,961,834 keluarga berisiko stunting pada desil 1 telah mendapatkan bantuan PKH yaitu sebanyak 1,519,200 keluarga mendapatkan Bantuan Pangan Non Tunai sebanyak 445,013 keluarga serta Bantuan Sosial Tunai sebanyak 512,800 keluarga,” ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement