REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Otoritas Palestina (PA) menolak tawaran Perdana Menteri Israel terpilih Benjamin Netanyahu untuk membentuk pemerintahan sendiri dengan keamanan yang tetap berada di tangan Israel. Juru bicara Otoritas Palestina Nabil Abu Rudeineh menegaskan, pemulihan hak Palestina adalah kunci keamanan dan perdamaian di Timur Tengah.
"Rakyat Palestina memiliki hak untuk mendirikan negara merdeka mereka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, yang merupakan dasar untuk mencapai perdamaian yang adil berdasarkan resolusi legitimasi internasional," kata Abu Rudeineh dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh kantor berita negara Wafa, dilansir Middle East Monitor, Rabu (21/12).
Dia juga menekankan, tidak akan ada perdamaian dengan kebijakan aneksasi dan apartheid. Juga tidak akan ada perdamaian selama agresi Israel terhadap rakyat Palestina terus berlanjut. ""Dunia lelah dengan posisi Israel seperti itu dalam upaya perdamaian Timur Tengah," kata dia.
Kamis pekan lalu Netanyahu mengatakan, dalam sebuah wawancara dengan Radio Publik Nasional (NPR) yang berbasis di Washington bahwa dia akan menawarkan pemerintahan sendiri kepada Palestina dengan masalah keamanan di tangan Israel.
"Palestina memiliki semua kekuatan untuk mengatur diri mereka sendiri, tetapi tidak ada kekuatan yang mengancam hidup kita, yang berarti keamanan, dalam pengaturan politik apa pun yang kita miliki, secara realistis harus tetap berada di tangan Israel," katanya.
Negosiasi perdamaian antara Palestina dan Israel gagal pada April 2014 karena Tel Aviv menolak menghentikan pembangunan permukiman dan membebaskan tahanan Palestina yang dipenjara sebelum 1993.
Warga Palestina memperingatkan, bahwa pemerintahan Netanyahu yang akan datang akan menjadi yang paling radikal dalam hal berurusan dengan mereka, memperluas pembangunan permukiman di Tepi Barat yang diduduki dan pelanggaran terhadap titik nyala Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur yang diduduki.