Kamis 12 Jan 2023 14:28 WIB

Singgung Hadar Nafis, Mahfud MD: Jangan Sampai Ada Orang Beri Info Sesat

Mahfud membantah Hadar terkait mengintervensi KPU untuk meloloskan Partai Gelora.

Rep: Fauziah Mursid/Febryan A/ Red: Erik Purnama Putra
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD.
Foto: Republika/Prayogi
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menepis tudingan yang disampaikan perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih, Hadar Nafis Gumay ketika melakukan audiensi dengan Komisi II DPR di kompleks Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (11/1/2023).

Selain membawa empat bukti Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berusaha meloloskan Partai Gelora agar ikut Pemilu 2024, Hadar juga mengungkap adanya intervensi dari Istana dan Mahfud. Mahfud menjelaskan, komunikasinya dengan KPU sebatas mengingatkan agar penyelenggara pemilu tersebut bekerja secara profesional.

Dia pun membantah jika sampai harus melakukan intervensi keputusan KPU perihal partai yang lolos dan tidak. Dia menyayangkan mengapa Koalisi Sipil tidak mengkonfirmasi dulu masalah itu sebelum melemparkannya menjadi isu publik.

"Saya juga masih punya SMS dan data komunikasi saya dengan Sekjen KPU tanggal 10 November 2022 itu. Sebab setelah saya telepon dia mengirim data hasil verifikasi. Mestinya Mas Hadar klarifikasi dulu kepada saya. Jangan sampai ada orang yang memberi info sesat lalu dijadikan konsumsi publik tanpa konfirmasi," ujar Mahfud ketika dikonfirmasi media di Jakarta, Kamis (12/1/2023).

Mahfud mengakui, jika ia sempat menjalin kontak dengan KPU ketika ramai tudingan ada partai tertentu sengaja diloloskan dan partai lainnya dicoret. Dia menyampaikan, pesan kepada KPU saat itu adalah agar bekerja secara profesional.

"Betul saya kontak ke KPU tapi untuk meluruskan KPU. Tanggal 10 November 2022 saya menelpon Sekjen KPU, Pak Bernard. Sama sekali bukan untuk minta meloloskan atau tidak meloloskan partai tertentu," kata Mahfud.

Mahfud menerangkan, kala itu, muncul desas-desus KPU mendapat pesanan dari kekuatan luar yang meminta partai tertentu lolos dan satunya diganjal. "Atas hal itu saya menelepon Sekjen dan mengingatkan KPU agar berlaku profesional, jangan menerima pesanan dari luar," ujar mantan ketua MK itu.

Menurut Mahfud, setelah publik ramai membicarakan ketidakprofesional KPU terkait proses verifikasi faktual, ia bertemu dengan Ketua KPU Hasyim Asy'ari di sebuah acara peluncuran TV pemilu. Kepada Hasyim, Mahfud juga, menyampaikan pesan yang sama.

"Saya bilang pada Pak Hasyim bahwa ada isu KPU berlaku tidak profesional dan saya menelpon Sekjen KPU agar aturan ditegakkan secara adil. Itu yang saya lakukan, yakni, mengingatkan KPU agar profesional. Tidak lebih dari itu dan itu bisa ditanyakan kepada Ketua dan Sekjen KPU," ujarnya.

Sebelumnya, rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi II DPR dan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (12/1/2023), sebenarnya berlangsung terbuka. Wartawan bisa meliput dengan bebas kegiatan itu. Namun, tiba-tiba semua berubah.

Hal itu terjadi ketika Hadar Nafis Gumay dari Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) membeberkan bukti-bukti kecurangan komisioner dan pimpinan KPU yang salah satunya memerintahkan agar Partai Gelora diloloskan ikut menjadi peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Mendadak Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia langsung mengubah rapat menjadi tertutup bagi wartawan. Saat rapat masih terbuka, Hadar menjelaskan temuan dugaan kecurangan, bukti-bukti, dan keterlibatan lembaga negara, seperti Istana dan Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam).

 Ketika mendengar ada nama lembaga negara lain disebut perwakilan Koalisi, Doli langsung memotong penjelasan Hadar. Politikus Partai Golkar tersebut meminta rapat dilanjutkan secara tertutup.

"Sebentar Pak, saya kira, saya mohon maaf teman-teman, karena ini menyebutkan terkait dengan beberapa pihak yang tentu perlu dikonfirmasi, saya kira rapat ini kita alihkan tadinya terbuka ke tertutup saja," kata Doli di gedung DPR, Senayan, Rabu.

Hadar sempat protes dengan keinginan Doli mengubah rapat jadi tertutup. Pasalnya, temuan dugaan manipulasi data itu merupakan informasi publik sehingga rapat sebaiknya tetap terbuka. Namun, Doli bergeming. Dia beralasan rapat harus digelar tertutup karena temuan koalisi menyebut nama sejumlah institusi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement