Sabtu 21 Jan 2023 05:11 WIB

Istri dan Anak Kompak Menolak Jadi Saksi untuk Lukas Enembe

Kedua saksi bersedia memberikan keterangannya bagi Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rij

Rep: Flori Sidebang/ Red: Agus Yulianto
Istri dan anak Lukas Enembe, Yulce Wenda serta Astract Bona Timoramo Enembe usai diperiksa KPK sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023) terkait dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan sejumlah proyek infrastruktur di Papua yang menjerat Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe.
Foto: Dok. Flori Sidebang
Istri dan anak Lukas Enembe, Yulce Wenda serta Astract Bona Timoramo Enembe usai diperiksa KPK sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023) terkait dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan sejumlah proyek infrastruktur di Papua yang menjerat Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa Yulce Wenda dan sang putra, Astract Bona Timoramo Enembe menolak memberikan keterangan untuk Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe saat pemeriksaan pada Rabu (18/1/2023). Alasannya, mereka merupakan keluarga inti Lukas, yakni istri dan anak.

"Tim penyidik juga menanyakan kesediaan kedua saksi dimaksud untuk sekaligus diperiksa sebagai saksi dalam berkas perkara penyidikan tersangka LE (Lukas Enembe) dan keduanya menyatakan menolak," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Jakarta, Jumat (20/1/2023).

KPK pun menghormati pilihan Yulce dan Astract. Di sisi lain, Ali mengatakan, kedua saksi ini bersedia memberikan keterangannya bagi Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka yang merupakan penyuap Lukas.

"Selanjutnya tim penyidik mendalami pengetahuan saksi antara lain terkait dengan pertemuan Tersangka LE dengan tersangka RL (Rijatono) yang membahas proyek pembangunan infrastruktur di Papua," ungkap Ali.

Adapun Lukas diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka agar perusahaannya mendapatkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Padahal perusahaan milik Rijatono tidak memiliki pengalaman dalam bidang konstruksi lantaran sebelumnya bergerak pada bidang farmasi.

Selain Lukas, Rijatono juga diduga menemui sejumlah pejabat di Pemprov Papua terkait proyek tersebut. Mereka diduga melakukan kesepakatan berupa pemberian fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.

Setelah terpilih untuk mengerjakan sejumlah proyek, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar. Di samping itu, Lukas Enembe juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. KPK pun sedang mendalami dugaan ini.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement