REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA — Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya, Jawa Barat, mendorong upaya kolaborasi dalam upaya penanganan kasus stunting. Kerja sama dari berbagai pihak diharapkan dapat menurunkan kasus anak yang mengalami masalah gizi kronis itu.
Untuk itu, Penjabat (Pj) Wali Kota Tasikmalaya Cheka Virgowansyah mengajak peran serta elemen perguruan tinggi. Ia menjelaskan, pihaknya membuat program orang tua asuh untuk penanganan kasus stunting yang melibatkan perangkat daerah.
Di mana setiap perangkat daerah di lingkungan Pemkot Tasikmalaya menjadi orang tua asuh bagi setidaknya sepuluh anak stunting. “Orang tua asuh kan sudah dari ASN (aparatur sipil negara). Dari kampus bisa kita minta bantu untuk menganalisis secara akademis terkait tren kenaikan gizinya,” kata Cheka, Kamis (9/2/2023).
Menurut Cheka, perguruan tinggi dapat mengerahkan para mahasiswanya untuk memantau langsung kondisi anak stunting. Ia menilai, mahasiswa masih memiliki banyak energi untuk melakukan pemantauan langsung ke lapangan.
“Jadi, mahasiswa bisa jadi kakak asuhnya. Nanti juga bisa didiskusikan strategi agar anak bebas stunting,” ujar Cheka.
Cheka mengatakan, saat ini angka stunting di Kota Tasikmalaya masih sekitar 22 persen atau sekitar 1.720 anak. Persentasenya disebut masih di atas rata-rata nasional, yaitu sekitar 21 persen.
Dengan kerja sama berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi, Cheka berharap angka stunting di Kota Tasikmalaya bisa ditekan secara signifikan. “Targetnya, paling tidak tiga bulan ke depan bisa di bawah rata-rata nasional,” kata Cheka.
Upaya membantu penanganan anak stunting dilakukan Universitas Siliwangi (Unsil) Tasikmalaya. Rektor Unsil, Nundang Busaeri, mengatakan, pihaknya sudah menjadi orang tua asuh bagi 52 anak stunting di sekitar lingkungan kampus.
Selama tiga bulan ke depan, menurut Nundang, pihaknya akan menyuplai makanan tambahan untuk sejumlah anak tersebut, seperti susu dan telur, serta makanan bergizi lainnya secara bertahap setiap bulannya. “Kami akan tetap melakukan monitor, tidak hanya memberikan tambahan asupan makanan kepada mereka,” ujar dia.
Ihwal pelibatan mahasiswa, Nundang mengatakan, pihaknya siap meminta mahasiswa Unsil untuk terlibat melakukan pemantauan, misalnya setiap pekan. Dengan begitu, diharapkan penanganan anak stunting dapat dilakukan dengan optimal. “Nah, ini kami akan implementasikan. Itu juga kan bisa jadi pelajaran bagi mahasiswa,” kata Nundang.