Kamis 23 Feb 2023 12:11 WIB

Ini 9 Pertimbangan Polri tak Memecat Bharada Richard Eliezer

Mahkamah etik internal kepolisian memberikan sanksi etik berupa mutasi-demosi.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus Yulianto
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan.
Foto: Antara
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Polri memutuskan untuk tetap mempertahankan Bharada Richard Eliezer (RE) sebagai anggota kepolisian. Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP), Rabu (22/2/2023) memutuskan, Richard bersalah melakukan perbuatan tak terpuji terkait pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J). Namun mahkamah etik internal kepolisian itu hanya memberikan sanksi etik berupa mutasi-demosi terhadap eksekutor pembunuhan berencana di Duren Tiga 46 Jakarta Selatan tersebut.

“KKEP selaku pejabat yang berwenang memberikan pertimbangan, bahwa pelanggar (Richard) masih dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Polri,” begitu keputusan KKEP yang disampaikan Karo Penmas Humas Mabes Polri, Brigadir Jenderal (Brigjen) Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (22/2/2023). 

 

photo
Bharada Richard Eliezer (kedua kanan) berjalan usai menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terkait kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di TNCC Mabes Polri, Jakarta, Rabu (22/2/2023). Hasil sidang tersebut memutuskan Bharada E ditetapkan masih menjadi anggota Polri dengan hukuman berupa sanksi administrasi mutasi bersifat demosi selama satu tahun. - (Republika/Putra M. Akbar)

 

 

Atas putusan tersebut Richard mendapatkan dua jenis sanksi.  Sanksi bersifat etika yaitu menyatakan perbuatan pelanggar adalah sebagai perbuatan tercela. Dan sanksi administratif, yaitu berupa mutasi bersifat demosi selama satu tahun. 

Dalam pertaimbangannya, ada sembilan alasan mengapa KKEP memutuskan untuk tak memecat Richard sebagai anggota Polri. Padahal KKEP, dalam putusannya, pun menyatakan perbuatan Richard sebagai anggota Polri adalah sebagai prilaku yang tak terpuji. 

Berikut sembilan pertimbangan, dan alasan KKEP untuk tetap mempertahankan Richard berdinas di Korps Bhayangkara:

1, Pelanggar (Richard) belum pernah dihukum karena melakukan pelangagran, baik disiplin, kode etik maupun pidana.

2. Pelanggar mengakui kesalahan dan menyesali perbuatannya

3. Pelanggar telah menjadi justice collaborator atau saksi-pelaku yang bekerjasama di mana pelaku yang lain dalam persidangan pidana di Pengadilan Negeri  Jakarta Selatan berusaha mengaburkan fakta yang sebenarnya dengan berbagai cara, merusak, mengaburkan barang bukti, dan memanfaatkan kekuasaan (obstruction of justice). Tetapi justeru kejujuran pelanggar (Richard) dengan berbagai risiko telah turut mengungkap fakta yang sebenarnya terjadi.

4. Pelanggar bersikap sopan, dan bekerjasama dengan baik selama persidangan. Sehingga persidangan berjalan lancar, dan terbuka.

5. Pelanggar masih berusai muda. Masih 24 tahun. Masih berpeluang memiliki masa depan yang baik. Apalagi  terduga pelangar menyesali perbuatannya. Serta berjanji tidak mengulagi perbuatannya di kemudian hari.

6. Adanya permintaan maaf dari pelanggar kepada keluarga Briagdir Nofriansyah Yoshua Hutabarat. Di mana saat persidangan pidana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pelanggar telah mendantangi pihak keluarga Briagdir Nofriansyah Yoshua Hutabarat, bersimpuh dan meminta maaf atas perbuatan yang terpaksa. Sehingga pihak Keluarga korban Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat memberikan maaf kepada pelanggar.

7. Semua tindakan yang dilakukan oleh  pelanggar dalam keadaan terpaksa. Dan karena tidak berani menolak perintah atasan.

8. Pelanggar yang berpangkat Bharada atau Tamtama Polri tidak berani menolak perintah, menembak Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat  dari saudara Ferdy Sambo. Karena selain atasan, dan jenjang kepangkatan saudara Ferdy Sambo dengan pelanggar sangat jauh. 

9. Dengan bantuan pelanggar, yang mau bekerjasama dan mau memberikan keterangan yang sejujurnya, sehingga perkara meninggalnya Briagdir Nofriansyah Yoshua Hutabarat dapat terungkap.

Richard adalah ajudan dari Ferdy Sambo dari satuan Brimob Polri yang menembak Brigadir J dalam kasus pembunuhan berencana di Duren Tiga 46. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), pada Rabu (15/2/2023) menghukum Richard selama 1 tahun 6 bulan karena terbukti turut-serta dalam pembunuhan berencana tersebut. Hukuman terhadap Richard itu lebih ringan dari tuntutan jaksa, yang menutut penjara 12 tahun. Tetapi majelis hakim dalam putusannya menetapkan Richard sebagai justice collaborator atau saksi-pelaku yang bekerjasama mengungkap kasus tersebut.

Sementara Sambo, saat kasus pembunuhan Brigadir J tersebut, masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri dengan pangkat Inspektur Jenderal (Irjen). Terhadap Sambo, Majelis Hakim PN Jaksel, Senin (13/2/2023) menghukumnya dengan pidana mati. Hukuman itu lebih berat dari tuntutan jaksa yang hanya meminta penjara seumur hidup. Nasib kepolisian Sambo, sudah diputus sejak Agustus 2022 lalu. Lewat sidang KKEP, Sambo dipecat dengan tidak hormat. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement