Jumat 24 Feb 2023 23:18 WIB

Oknum Tenaga Pengajar di Cirebon Diduga Cabuli Murid Difabel

Polresta Cirebon menyebut tersangka pencabulan difabel netra.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Irfan Fitrat
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Cirebon Kompol Anton (tengah).
Foto: Dok Humas Polresta Cirebon
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Cirebon Kompol Anton (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON — Jajaran Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Cirebon mengamankan warga berinisial IR (28 tahun) terkait dugaan kasus pencabulan. Tersangka diduga melakukan pencabulan terhadap murid di tempatnya mengajar, yang merupakan difabel grahita.

Kepala Polresta Cirebon Kombes Pol Arif Budiman, melalui Kepala Satreskrim Kompol Anton, menjelaskan, tersangka diduga melakukan pencabulan beberapa kali pada rentang waktu September 2019-Agustus 2021.

Menurut Anton, tindakan tersangka itu akhirnya dilaporkan oleh korban, yang kini berusia 18 tahun, kepada orang tuanya. Orang tua korban lantas melapor ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Cirebon.

“Kami menerima laporan tersebut pada 30 Januari 2023. Kemudian melakukan serangkaian penyelidikan hingga penyidikan. Kami juga bertindak cepat dan berhasil mengamankan IR beberapa hari yang lalu,” kata Anton, Jumat (24/2/2023).

Anton menjelaskan, tersangka IR merupakan difabel netra. Tersangka disebut tenaga pengajar di tempat korban bersekolah di wilayah Kabupaten Cirebon.

Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara ini, menurut Anton, tersangka melakukan pencabulan dengan modus berpura-pura mengajarkan perbedaan anatomi tubuh laki-laki dan perempuan. 

Dari hasil pemeriksaan sementara ini, diduga tersangka melakukan pencabulan terhadap korban di lingkungan sekolah luar biasa (SLB).

Saat ini, korban dikabarkan masih dalam pendampingan untuk proses pemulihan dari trauma, yang melibatkan sejumlah instansi terkait.

Anton mengatakan, tersangka dijerat Pasal 82 juncto Pasal 76 E Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU. 

“Diancam hukuman maksimal 15 tahun penjara, serta denda paling banyak Rp 5 miliar,” kata Anton.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement