REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON — Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini menyoroti kasus kekerasan seksual terhadap sebelas anak di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Tindak kekerasan seksual itu diduga dilakukan oknum guru atau pengajar di madrasah.
Mensos Risma mengunjungi anak korban kekerasan seksual itu di Cirebon, Senin (20/3/2023). Ia mengatakan, anak-anak tersebut membutuhkan perlindungan dari semua pihak. Karenanya, ia meminta warga ikut menjaga dan mendukung anak-anak tersebut, sehingga mereka bisa pulih dari kondisi trauma.
“Saya mohon dengan hormat kepada para tokoh masyarakat dan tokoh agama, mari kita support karena apa pun itu adalah anak-anak kita, membutuhkan masa depan yang panjang, dan merekalah nanti yang akan meneruskan perjuangan kita semua,” ujar Risma.
Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina mengatakan, anak korban kekerasan seksual itu mengalami trauma. Bahkan, kata dia, mereka masih ketakutan ketika mendengar nama tersangka. Menurut dia, anak-anak itu membutuhkan pendampingan. “Perlu adanya penanganan khusus, agar trauma mereka bisa hilang,” ujarnya.
Ihwal proses hukum kasus kekerasan seksual itu, Selly mengatakan, pihaknya akan ikut mengawal. “Kami berharap pelaku dihukum setimpal. Kami akan kawal kasus ini,” kata dia.
Pada Jumat (17/3/2023), Polres Cirebon Kota mengungkap kasus dugaan kekerasan seksual atau pencabulan, yang diduga dilakukan tersangka berinisial S alias OB. “Tersangka yang kami tangkap berinisial S alias OB, merupakan guru di salah satu madrasah,” kata Kepala Polres (Kapolres) Cirebon Kota AKBP Ariek Indra Sentanu.
Menurut Kapolres, tersangka diduga melakukan kekerasan seksual terhadap sebelas anak. Berdasarkan hasil pemeriksaan, kata dia, tersangka diduga melakukan tindakan tersebut pada November 2022 hingga terakhir kali pada sekitar Februari 2023.
Kapolres menjelaskan, awalnya ada orang tua korban yang merasa resah karena anaknya tidak mau mengaji. Menurut dia, tersangka sempat dimintai keterangan oleh para orang tua anak itu. Di mana kemudian tersangka disebut mengaku dan akan meninggalkan desa. “Namun, kami mendapatkan laporan dari salah satu orang tua dan kemudian menangkap tersangka saat akan pergi,” kata Kapolres.
Menurut Kapolres, modus tersangka diduga berpura-pura mengadakan les tambahan untuk sejumlah korban, yang usianya rata-rata 9-12 tahun. Berdasarkan hasil pemeriksaan, kata dia, tersangka mengancam para korban agar tidak memberitahukan tindakan yang dilakukannya kepada orang tua mereka.