Selasa 21 Mar 2023 16:52 WIB

Bordir Tasikmalaya Bukan Kehilangan Pasar, Melainkan Perajin

Bordir Tasikmalaya tak terpengaruh dengan produk impor massal atau barang thrifting.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Agus Yulianto
Pemilik Rumah Kayu Bordir & Fashion, Epi Siti Mudrikah, menunjukan sejumlah produk bordir manual di Galeri Kiwari, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya, Selasa (21/3/2023).
Foto: Republika/Bayu Adji P.
Pemilik Rumah Kayu Bordir & Fashion, Epi Siti Mudrikah, menunjukan sejumlah produk bordir manual di Galeri Kiwari, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya, Selasa (21/3/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Seni bordir merupakan salah satu warisan budaya tak benda yang berasal dari Tasikmalaya. Bukan sekadar seni, saat ini bordir telah menjadi industri. Namun, alih-alih kehilangan pasar, bordir manual Tasikmalaya belakangan mulai kekurangan perajin.

Pemilik Rumah Kayu Bordir & Fashion, Epi Siti Mudrikah menilai, peminat bordir manual makin hari makin banyak. Pasalnya, produk yang dihasilkannya itu dikerjakan secara manual. Artinya, seni bordir dalam setiap produknya tetap dipertahankan.

"Kalau bordir komputer itu kan untuk produksi massal. Sementara bordir manual, kami bukan menjual pakaiannya, tapi seninya," kata Epi saat ditemui Republika di Galeri Kiwari, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya, Selasa (21/3/2023).

Di tempatnya itu terdapat berbagai produk bordir yang dijual. Bukan hanya pakaian, melainkan juga sepatu, payung, tas, mukena, hingga lukisan. Baginya, bordir tak sebatas seni yang hanya bisa dituangkan dalam media pakaian. Lebih dari itu, bordir itu merupakan seni rupa dengan media kain dan benang.

Epi mengungkapkan, alasan produk bordir manual masih banyak dicari di pasaran. Salah satunya adalah karena produknya terbatas atau limited edition. 

"Pembeli juga bisa memesan sesuai keinginannya sendiri," kata dia.

Ia menyebutkan, dalam satu bulan rata-rata produknya dapat terjual hingga 50 item. Angka itu bukan berarti pesanan ke tempatnya sedikit, melainkan karana kapasitas produksi tidak banyak. 

"Soalnya untuk membuat satu potong itu sekitar butuh 10 hari. Sementara pekerja hanya sekitar 10 orang. Dalam sebulan maksimal hanya bisa memproduksi 10 potong. Sementara pesanan terus ada," kata dia.

Puluhan item itu dijual bukan dengan harga yang murah. Satu item produk dari Rumah Kayu Bordir & Fashion itu dihargai mulai dari Rp 500 ribu hingga Rp 8 juta.

Menurut Epi, harga itu dinilai wajar. Sebab, produk bordir manual itu eksklusif. Pasar yang disasar pun kalangan menengah ke atas.

"Jadi, kami yang bekerja secara manual hingga saat ini tidak terpengaruh dengan produk impor massal atau barang thrifting. Karena barang kami eksklusif," ujar dia.

Meski begitu, Epi juga memiliki kekhawatiran. Salah satunya adalah berkurangnya sumber daya manusia yang mumpuni. Sebab, ia menilai, anak saat ini sekarang jarang ada yang mau belajar bordir manual.

Padahal, menurut dia, perajin bordir manual itu sangat dibutuhkan dan dibayar mahal. Namun, karena ketidakpahaman, banyak yang menyangka bordir ini tidak berkelas. 

"Padahal penghasilannya sangat besar. Satu blazer full bordir, kami bayar yang bekerja saja Rp 700 ribu. Jadi satu bulan itu bisa sampai Rp 5 juta lebih," kata Epi.

Ia mengungkapkan, saat ini perajin bordir manual yang ada di Kota Tasikmalaya rata-rata sudah berusia di atas 40 tahun. Ia mengakui, ada beberapa anak muda yang belajar bordir, tapi jumlahnya tidak banyak. 

"Kami terus berupaya untuk bekerja sama dengan para perajin. Agar bordir manual ini tidak punah. Karana Tasikmalaya adalah pioner bordir. Ini harus tetap eksis," kata dia.

Epi mengatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya sebenarnya telah banyak membuat pelatihan kepada anak muda untuk belajar membuat bordir manual. Pihaknya pun juga kerap memfasilitasi anak muda yang hendak belajar bordir manual.

Namun, menurut Epi, kenyataanya minat anak muda untuk belajar bordir manual makin berkurang. "Pemerintah juga sudah banyak usaha untuk membina generasi muda untuk membuat bordir. Kami juga sama, tidak hanya menunggu pemerintah bergerak. Namun memang peminat untuk jadi perajin itu masih sedikit," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement