REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menilai, adanya upaya kriminalisasi terhadap Irjen Pol Teddy Minahasa dalam kasus narkoba yang saat ini menjeratnya. Hal itu Reza sampaikan menanggapi duplik yang dibacakan oleh mantan Kapolda Sumatra Barat tersebut dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat (28/4/2023).
"Sejak Oktober tahun lalu, saya berspekulasi ada operasi tertentu yang mengharuskan TM divonis bersalah. Lewat sesi demi sesi persidangan, spekulasi saya itu seakan terbuktikan oleh banyaknya loopholes dalam kerja penyidik sebagaimana diartikulasikan JPU di ruang sidang," kata Reza kepada wartawan, Sabtu (29/4/2023).
Reza menduga, motif kriminalisasi terhadap Teddy Minahasa lantaran adanya 'perang bintang' di tubuh institusi Polri. Dia menyebut, tudingan itu juga dibenarkan oleh Teddy Minahasa sendiri di persidangan pledoi beberapa waktu lalu.
"Apa motif mengkriminalkan TM (Teddy Minahasa) secara paksa itu? Perkiraan saya, perang bintang. Secara kebetulan, di dalam pledoinya TM membenarkan dugaan saya itu," ungkap Reza.
Indikasi akan adanya perang bintang di tubuh Polri ini kembali disinggung oleh Teddy saat membacakan duplik atau jawaban atas replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) di PN Jakarta Barat. Dalam sidang tersebut, Teddy mengungkap, pengakuan dari petinggi Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya akan adanya tekanan dari 'Pimpinan Polri' untuk menjatuhkan dirinya.
"Majelis Yang Mulia, tidak bermaksud menyimpang dari pokok-pokok persoalan dalam kasus ini, tetapi hal ini perlu saya utarakan kembali terkait dengan penyampaian Direktur Reserse Narkoba dan Wakil Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Bapak Mukti Jaya dan Bapak Doni Alexander kepada saya, mereka membisikkan di telinga saya dan mengatakan 'mohon maaf Jenderal, mohon ampun Jenderal ini semua atas perintah pimpinan'," ungkap Teddy saat persidangan.
"Mengisyaratkan ada tekanan atau desakan dari pimpinan dalam tanda kutip, 'agar saya tersesat dalam kasus ini'," ucap dia menjelaskan.
Teddy mengatakan, bahwa perang bintang atau persaingan tidak sehat di tubuh Polri nyata dan benar adanya. "Karena itu, patutlah saya menarik suatu kesimpulan bahwa di internal Polri telah terjadi persaingan yang tidak sehat, atau adanya nuansa perang bintang sebagaimana dilansir oleh berbagai media massa arus utama pada beberapa waktu yang lalu," ujar Teddy.
Menurut jenderal bintang dua ini, adanya perang bintang di tubuh Polri bahkan sudah dirasakan masyarakat. Menguatkan pernyataan tersebut, Teddy mengutip, hasil survei Indikator Politik Indonesia pada 27 November 2022, bahwa dari 67 persen responden yang tahu tentang pemberitaan kasusnya, sebanyak 58,8 persen berpendapat bahwa adanya persaingan antar kelompok di dalam tubuh Polri yang tidak sehat.
Dengan demikian, Teddy meyakini, bahwa dirinya telah menjadi korban kriminalisasi atas perintah dan tekanan Pimpinan Polri. Akibatnya, konspirasi dan rekayasa akan kasus narkoba yang menjerat Teddy nyata dirasakan. Bahkan, bisa terlihat di persidangan.
"Dari persepsi Jaksa Penuntut Umum ini, semakin menguatkan tesis bahwa saya memang dididik untuk dibinasakan dan pesanan atau industri hukum serta konspirasi itu benar-benar nyata dalam kasus ini," jelas Teddy.