REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pondok Pesantren Al Zaytun di Kabupaten Indramayu, Jabar, sudah sejak lama menjadi ponpes kontroversial. Bahkan sejak beberapa tahun terakhir, Al Zaytun menimbulkan masalah yang sangat kontroversial.
"Teranyar, Shalat Eid yang bercampur antara jamaah laki-laki dan perempuan," kata Dosen Antropologi Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh, Al Chaidar Abdurrahman Puteh. Dia telah lama meneliti tentang Al Zaytun dan NII KW-9 yang palsu.
"Penelitian sekitar enam tahun ini menghasilkan banyak laporan penelitian, buku dan artikel jurnal tentang sepak terjang Syekh Panji Gumilang alias Abu Toto sejak 1990 hingga 1996," ujar dia kepada Republika.co.id, Rabu (10/5/2023).
Pesantren Al Zaytun telah menjadi pusat kontroversi dalam beberapa tahun terakhir karena beberapa masalah yang sangat kontroversial. Pertama, Shalat Eid yang bercampur antara jamaah laki-laki dan perempuan.
"Pesantren Al Zaytun telah dikritik karena membolehkan shalat Eid yang bercampur antara jamaah laki-laki dan perempuan," ucapnya.
Kritik ini datang dari sejumlah kelompok Islamis yang menganggap bahwa hal ini tidak sesuai dengan ajaran Islam. Namun, pimpinan pesantren mengklaim bahwa tindakan tersebut bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi dan tidak ada unsur yang melanggar syariat Islam.
Kedua, santri diajarkan untuk mengkafirkan orang tua. Sebuah rekaman video di media sosial menunjukkan seorang ustaz di Pesantren Al Zaytun yang mengajarkan kepada para santri untuk mengkafirkan orang tua mereka jika tidak setuju dengan ajaran pesantren.
"Hal ini menuai kecaman dari berbagai pihak dan menimbulkan kekhawatiran bahwa pesantren tersebut mengajarkan paham yang tidak sesuai dengan ajaran Islam," kata Al Chaidar.
Ketiga, pelecehan seksual oleh pimpinan pesantren. Pada tahun 2020, seorang mantan santri melaporkan bahwa ia telah menjadi korban pelecehan seksual oleh pimpinan Pesantren Al Zaytun, Syekh Panji Gumilang, pada tahun 2011. Setelah laporan tersebut, muncul lebih banyak laporan tentang pelecehan seksual yang dilakukan oleh Syekh AS Panji Gumilang dan beberapa kasus sinkretisme serta pemurtadan yang dilakukan oleh pengurus pesantren lainnya.
Keempat, Mazhab Islam Soekarnois. Pesantren Al Zaytun dikritik karena mengajarkan mazhab Islam Soekarnois yang tidak diakui oleh mayoritas umat Islam di Indonesia. Menurut beberapa kritikus, mazhab ini tidak memiliki dasar yang kuat dalam ajaran Islam dan hanya didasarkan pada pemikiran Soekarno, mantan Presiden Indonesia.
Kelima, keterkaitan dengan NII (Negara Islam Indonesia) KW-9. Pada tahun 2014, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan penelitian tentang keterkaitan Pesantren Al Zaytun dengan NII (Negara Islam Indonesia) KW-9 yang palsu, sebuah organisasi radikal yang berpura-pura ingin menggulingkan pemerintahan Indonesia dan mendirikan negara Islam di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pesantren Al Zaytun tidak terkait dengan NII KW-9 secara langsung, namun terdapat beberapa tautan dengan organisasi Islamis yang dianggap radikal.
Keenam, salam Yahudi "Havenu Shalom Aleichem" diucapkan Panji Gumilang dalam acara malam 1 suro atau 1 Muharam pada kalender Jawa. Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun ini mengajak mengucapkan salam tersebut sambil berdiri dan menyanyikan lagu rohani.